Di dalam kitab Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- pernah memberikan definisi serta batasan dari makna kata “Dhallin”, beliau berkata:
“Orang yang sesat,…adalah orang yang menyangka bahwa dirinya itu berada di atas jalan kebenaran, sedangkan dia sendiri tidak tahu,…..apa itu kebenaran?”
Lantas apa sih kebenaran itu? Ada yang berpendapat bahwa kebenaran itu adalah sesuatu yang sesuai dengan hati nurani dan akal sehat. Namun kemudian timbul beberapa pertanyaan:
1.Apabila hati nurani saya dengan hati nurani anda berbeda dan hati nurani fulans (orang lain jamak) juga berbeda, lantas hati nurani siapakah yang berada di atas kebenaran dan hati nurani siapakah yang bisa dijadikan sandaran atas nilai kebenaran itu?
2.Apabila akal sehat saya dengan akal sehat anda berbeda serta akal sehat fulans juga berbeda, lantas akal sehat siapakah yang berada di atas kebenaran dan akal sehat siapakah yang bisa dijadikan rujukan atas nilai kebenaran itu?
3.Apabila dikatakan sesuai dengan akal sehat, tentu akan ada akal yang sakit. Terus siapa Dokter/ Psikolog yang berhak menentukan bahwa si A akalnya sehat dan si B akalnya sakit. Dokter/ Psikolognya siapa?????
Ada lagi yang berpendapat bahwa kebenaran itu sesuatu yang bersifat relatif/ nisbi. Tapi kemudian ada pertanyaan lagi, bagaimana hal itu bisa terjadi? Bagaimana mungkin sesuatu yang berbeda dan bertentangan antara satu dengan yang lain kemudian dikatakan dua-duanya sama dan dua-duanya benar? Tiga-tiganya sama dan tiga-tiganya benar, Empat-empatnya sama dan empat-empatnya benar dst.
Jika kebenaran itu nisbi tentu saat lulus dari kuliah dulu transkrip nilai kita sama semuanya, IPK kita sempurna (Summa Cum laude/ 4.00). Karena kebenaran itu relatif maka Dosen tidak boleh merasa benar sendiri kemudian menghukumi mahasiswanya salah, karena apa yang ditulis oleh mahasiswa di lembar jawaban saat ujian dulu adalah benar menurut hati nuraninya masing-masing.
Begitu juga dengan penyelenggara test kompetensi, TPA, TOEFL dll, karena kebenaran itu relatif maka penyelenggara test harusnya menghormati serta menghargai pilihan-pilihan peserta test dan tidak boleh menyalahkan pilihan jawaban mereka. Karena kebenaran itu relatif maka pada saat lulus dari kuliah dulu IPK kita 4.00 dan skor test kita sempurna. Semuanya senang, semuanya happy,…itu ekspektasinya…… tapi realitanya??????
Jadi kesimpulannya,….Apa sih kebenaran itu?? What is the ultimate truth?
Silahkan direnungkan,…..mudah-mudahan anda dapat menemukan titik temu!!!!