Mengapa Jurnal Terindex Scopus Discontinue?

Posted on
  • Monday, June 30, 2025
  • by
  • in
  • Label: ,
  • Dalam dunia akademik, Scopus telah menjadi salah satu acuan basis data sitasi terbesar dan paling bergengsi yang digunakan oleh para peneliti, dosen, dan lembaga riset di seluruh dunia. Namun, tidak semua jurnal yang semula terindeks di Scopus dapat bertahan lama. Setiap tahun, sejumlah jurnal terpaksa dihentikan atau dihapus dari daftar indexsasi Scopus (discontinue). Fenomena ini memunculkan banyak pertanyaan: mengapa hal ini bisa terjadi? Apa yang menjadi penyebab jurnal-jurnal tersebut discontinue, dan apa implikasinya bagi penulis dan komunitas masyarakat ilmiah?

    Standar Seleksi yang Ketat di dalam Indexsasi Scopus

    Scopus tidak hanya berperan sebagai pengindeks karya ilmiah, tetapi juga sebagai penjaga kualitas literatur akademik global. Sejak tahun 2009, Scopus membentuk Content Selection & Advisory Board (CSAB), yakni dewan independen yang bertugas menyeleksi dan meninjau jurnal-jurnal yang masuk ke dalam database mereka. Dewan ini bertanggung jawab menjaga agar hanya jurnal berkualitas saja yang dapat diakses pengguna Scopus (Quvae, 2023). Dengan demikian, proses seleksi jurnal Scopus bukanlah proses yang dilakukan dari evaluasi satu kali saja. Setiap jurnal diawasi dan dinilai secara berkala untuk memastikan tetap mematuhi standar yang ditetapkan oleh Scopus.

    Alasan Jurnal Dihapus dari Database Scopus

    Berdasarkan informasi dari web Quvae (2023) dan sumber pendukung lain, terdapat empat alasan utama utama mengapa jurnal dapat discontinue dari indexsasi Scopus:

    1️. Publication Concerns (Masalah pada Proses Penerbitan)

    Jurnal dapat dihapus dari list database Scopus jika ditemukan adanya kekeliruan serius dalam proses editorial, seperti lemahnya sistem peer review, manipulasi publikasi, atau bahkan dugaan keterlibatan dalam aktivitas paper mill (pabrikasi artikel) yang memproduksi artikel secara massal tanpa uji kualitas konten yang memadai. Praktik semacam ini merusak integritas ilmu pengetahuan dan membuat jurnal kehilangan kredibilitasnya.

    2️. Under-Performance (Kinerja yang Rendah)

    Kinerja jurnal diukur melalui berbagai indikator, termasuk CiteScore dan angka sitasi. Jurnal yang kinerjanya jauh di bawah standar sesuai scope bidangnya (misalnya jurnal dengan skor sitasi hanya setengah dari rata-rata bidangnya) berisiko dicoret dari indexsasi Scopus. Hal ini menunjukkan bahwa jurnal tersebut gagal memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

    3️. Outlier Performance (Performa yang bersifat Anomali/ tidak wajar)

    Terkadang, sebuah jurnal mengalami lonjakan publikasi atau sitasi secara tiba-tiba dalam jumlah yang tidak wajar. Peningkatan ini bisa menjadi indikator adanya manipulasi, baik dari segi sitasi silang (citation stacking) maupun penerbitan artikel dalam volume yang besar tanpa kendali mutu yang baik (proses peer review). Hal ini kerap terjadi pada jurnal yang membuka terlalu banyak edisi khusus (special issue).

    4️. Continuous Curation (Kurasi Secara Berkelanjutan)

    Scopus menerapkan pemantauan secara terus-menerus terhadap setiap jurnal yang deindex di databasenya. Jika sebuah jurnal menunjukkan penurunan mutu secara konsisten, misalnya dalam hal integritas editorial, kualitas artikel, atau proses peer review, maka jurnal tersebut dapat dihapus dari indeks. Kurasi ini menjadi bentuk tanggung jawab Scopus untuk menjaga kualitas ekosistem ilmiah (Quvae, 2023).

    Praktik dan Ancaman Paper Mill (Pabrikasi Artikel Jurnal)

    Salah satu tantangan terbesar dalam dunia penerbitan ilmiah saat ini adalah maraknya praktik paper mill. Paper mill merupakan pihak yang memproduksi artikel ilmiah secara massal dengan kualitas rendah atau bahkan hasil fabrikasi, hanya demi keuntungan finansial dari APC yang mereka adakan. Jurnal-jurnal yang terjebak bekerja sama dengan pihak semacam ini biasanya kehilangan kontrol atas mutu artikel yang mereka terbitkan. Akibatnya, Scopus terpaksa mengambil tindakan tegas dengan menghentikan pengindeksan jurnal tersebut (Elsevier, 2021).

    Dampak Penghapusan Indexsasi Scopus bagi Penulis (Peneliti maupun Dosen)

    Banyak penulis merasa cemas ketika jurnal tempat mereka menerbitkan artikel dicoret dari Scopus. Namun penting untuk dipahami, penghapusan ini hanya berlaku ke depan (tidak berlaku surut). Artinya, artikel yang sudah terbit sebelumnya tetap terindeks dan dapat disitasi. Validitas dan keberlakuan artikel tersebut sebagai karya ilmiah tidak dibatalkan. Penulis hanya perlu lebih berhati-hati dalam memilih jurnal untuk publikasi berikutnya (Elsevier, 2021; Quvae, 2023).

    Pentingnya Arsip dan Transparansi Publikasi

    Fenomena penghapusan jurnal ini juga menegaskan pentingnya keberadaan sistem arsip digital seperti CLOCKSS atau Portico. Jurnal yang tidak memiliki mekanisme arsip publik berisiko hilang ketika dicabut dari database pengindeks Scopus. Hal ini tentu berbahaya bagi keberlanjutan akses ilmu pengetahuan, terutama bagi penulis dan pembaca yang ingin mengakses artikel-artikel lama dari Jurnal tersebut.

    Pentingnya Menjaga Integritas Ilmu Pengetahuan

    Penghapusan jurnal dari indexsasi Scopus seharusnya menjadi cermin bagi semua pihak, baik penerbit, editor, maupun penulis. Dunia akademik harus selalu menjunjung tinggi integritas, transparansi, dan mutu dalam setiap publikasi ilmiah. Bagi para penulis, bijaklah dalam memilih jurnal dengan memastikan kredibilitas dan rekam jejaknya. Sementara bagi penerbit, penting untuk senantiasa menjaga proses editorial yang jujur, profesional, dan sesuai standar. Dengan demikian, marwah publikasi ilmiah dapat tetap terjaga demi kemajuan ilmu pengetahuan.

    Referensi:
    • Quvae. (2023). Understanding Why Journals Are Discontinued from Scopus. https://www.quvae.com/blog/understanding-why-journals-are-discontinued-from-scopus
    • Elsevier. (2021). Scopus Content Coverage Guide. https://www.elsevier.com/solutions/scopus/how-scopus-works/content
    • Scopus. (2021). Title evaluation process. https://www.elsevier.com/solutions/scopus/how-scopus-works/content/content-policy-and-selection
     
    Copyright (c) 2025 |Dr. Rudiyanto, SP., M.Si.|Associate Researcher at Research Center for Applied Botany BRIN, Indonesia