Dalam perjalanan hidup, seringkali
kita dihadapkan pada dilemma, bukan soal benar atau salah, tetapi soal arah dan
tujuan hidup. Salah satu perumpamaan yang dapat menggambarkan pilihan dalam hidup dan karier tersebut adalah: “Apakah lebih baik menjadi ikan
besar di kolam yang kecil, atau menjadi ikan kecil di kolam yang besar?”
Perumpamaan ini terdengar simpel, namun menyimpan dimensi psikologis, sosial,
dan sikap profesional yang cukup kompleks. Pilihan setiap orang berbeda-beda,
dan setiap jalur memiliki tantangan tersendiri.
Kolam
Kecil dan Kepemimpinan
Menjadi ikan besar di kolam kecil
berarti berada di lingkungan yang lebih sempit, tapi dengan peluang untuk
menonjol, memimpin, dan memberi dampak langsung yang lebih besar. Dalam konteks
dunia akademik, hal ini tercermin pada dosen atau peneliti yang memilih
berkarya di perguruan tinggi di daerah, bukan karena tidak mampu bersaing di
kampus-kampus ternama, tetapi karena merasa di sana mereka bisa tumbuh dan
berkontribusi lebih nyata.
Fenomena ini dikenal dengan istilah Big‑Fish‑Little‑Pond
Effect (BFLPE).
Menurut Marsh & Parker (1984), individu akan memiliki self-concept akademik yang lebih
tinggi saat berada di lingkungan dengan tingkat kompetisi yang lebih rendah,
dibandingkan dengan jika mereka berada di lingkungan kompetitif dengan standar
tinggi, di mana mereka hanya akan menjadi "ikan kecil" di lingkungan
tersebut (Marsh & Parker, 1984).
Penelitian Marsh & Hau (2003)
yang dilakukan di 26 negara menemukan bahwa BFLPE ternyata bersifat lintas budaya dan mempengaruhi
persepsi diri para responden secara konsisten. Ini menunjukkan bahwa berada di
lingkungan di mana seseorang merasa mampu bersinar dapat membangun rasa percaya
diri dan meningkatkan motivasi (PubMed, 2003).
Namun tentu saja, kolam kecil
memiliki keterbatasan. Fasilitas bisa terbatas, akses terhadap kolaborasi
akademik mungkin kurang, dan eksistensi di tingkat nasional atau internasional juga
tidak optimal. Tapi dalam banyak kasus, di sanalah orang menemukan makna dan
ruang untuk berkembang dengan tanpa harus mendapatkan tekanan yang tinggi.
Kolam
Besar dan Tantangan Kompetisi
Di sisi lain, menjadi ikan kecil di
kolam besar membuka peluang yang tidak dimiliki ketika berada di kolam kecil. Lingkungan
kolaboratif berkelas dunia, fasilitas penelitian mutakhir, serta jejaring luas
lintas institusi. Bagi sebagian orang, tantangan ini justru dapat memacu pertumbuhan
diri secara eksponensial.
Namun, kolam besar juga membawa
risiko yakni perasaan tersisih,
kehilangan arah, atau terjebak dalam tekanan psikologis karena standar
yang sangat tinggi. Dalam konteks ini, muncul efek lain yang disebut “Frog
Pond Effect” di mana individu merasa kurang kompeten meskipun
sebenarnya mereka berada di level yang tinggi, hanya karena perbandingan sosial
dengan rekan-rekan di sekitarnya (Elsner & Isphording, 2015).
Bagi mereka yang belum siap mental
dan kompetensinya, lingkungan seperti ini bisa memicu imposter syndrome
(perasaan bahwa kita tidak pantas berada di sana), meskipun secara objektif kemampuannya
dirasa cukup layak. Studi dari Academy of Management Journal (Katila et al.,
2022) menunjukkan bahwa masuk ke lingkungan besar yang tidak sesuai dengan
kesiapan individu bisa berdampak negatif terhadap kepercayaan diri dan performa
kinerja seseorang (Katila et al., 2022).
Refleksi,
Perlunya Mengukur Diri Sebelum Masuk ke Laut Lepas
Pilihan antara kolam kecil atau besar
sebenarnya adalah panggilan untuk mengenali
kapasitas dan kesiapan yang ada pada diri kita sendiri. Mengenal diri, baik
dalam hal kompetensi, kesiapan mental, maupun visi hidup, adalah langkah
penting sebelum terjun ke medan yang jauh lebih luas. Tidak semua orang siap
berenang di laut lepas yang penuh dengan ikan hiu dan paus orca, sebelum mereka
benar-benar terlatih mengarungi kolam yang lebih kecil.
Sebaliknya, tidak sedikit yang
memilih untuk bertumbuh di kolam kecil terlebih dahulu, membangun pondasi kuat,
sebelum nantinya berani menjajal kolam yang lebih besar atau bahkan masuk ke samudera
yang luas.
Berenang di Jalur Sendiri
Akhirnya, pilihan antara kolam kecil
dan besar bukan soal lebih baik atau lebih buruk, tetapi soal kesiapan dan arah hidup. Menjadi ikan
besar di kolam kecil bukan berarti rendah hati, dan menjadi ikan kecil di kolam
besar bukan berarti tidak berdaya. Keduanya bisa menjadi jalan sukses yang sah,
selama dijalani dengan kesadaran penuh.
Yang penting adalah jangan
sembarangan menyelam ke laut lepas hanya karena melihat orang lain mampu berenang
dengan hebat. Seperti kata pepatah:
“Jangan menyelam ke laut kalau baru bisa berenang di kolam anak-anak.”
Ukur dirimu, kenali kekuatanmu, dan
berenanglah dengan percaya diri di kolam yang sesuai dengan tahap
pertumbuhanmu. Karena dalam setiap kolam, baik besar atau kecil, selalu ada
peluang untuk belajar, bertumbuh, dan memberi dampak.
Referensi:
- Marsh, H.W., & Parker, J.W. (1984). Determinants of student self-concept: Is it better to be a relatively large fish in a small pond even if you don’t learn to swim as well?
- Marsh, H.W., & Hau, K.T. (2003). Big-fish–little-pond effect across 26 countries. Journal of Educational Psychology, 95(3), 593–603.
- Elsner, B., & Isphording, I.E. (2015). A Big Fish in a Small Pond: Ability Rank and Human Capital Investment. IZA Discussion Paper.
- Katila, R., Chen, E.L., & Piezunka, H. (2022). Reputation versus identity: The dynamics of strategic position in competitive fields. Academy of Management Journal, 65(1), 33-61.
- MDPI Behavioral Sciences (2023). Perceived Overqualification, Career Aspirations and Motivation at Work.
- Wikipedia (2024). Big-fish–little-pond effect, Frog Pond Effect