Dalam era perkembangan pesat
publikasi ilmiah jurnal berbasis open access, hadir fenomena
mengkhawatirkan berupa predatory journals atau jurnal predator. Istilah
ini diperkenalkan pertama kali oleh Jeffrey Beall, seorang pustakawan dari
University of Colorado Amerika Serikat, untuk menyebut penerbit yang
mengeksploitasi skema open access demi keuntungan pribadi semata, dengan
mengorbankan integritas ilmiah dan etika publikasi. Elmore
dan Weston (2020) dalam Brief Communication
di jurnal Toxicologic Pathology memberikan penjelasan yang cukup komprehensif bagi para penulis agar dapat mengenali dan
menghindari jebakan dari jurnal predator.
Ciri-Ciri
Jurnal Predator
Jurnal predator sekilas terlihat
sekan-akan seperti jurnal ilmiah yang bereputasi, namun sejatinya menjalankan praktik
yang tidak etis. Beberapa ciri utama dari jurnal predator diantaranya:
- Tidak ada review jurnal atau jika mengklaim adanya peer review, tidak dilakukan secara benar atau hanya formalitas semata.
- Memasang metrik seperti impact factor palsu yang tak dapat diverifikasi.
- Menawarkan janji publikasi dalam waktu sangat cepat dan tidak realistis (hitungan hari dan minggu).
- Menerima artikel apa pun selama penulis membayar, tanpa memperhatikan mutu konten atau relevansinya dalam dunia akademik.
- Mencantumkan dewan editor palsu atau tanpa izin mereka.
- Menggunakan nama atau situs yang mirip dengan jurnal ternama.
- Kurang transparan soal biaya publikasi (article processing charge, APC) hingga penulis terjebak membayar mahal tanpa adanya pemberitahuan sebelumnya.
Dampak
Negatif Publikasi di Jurnal Predator
Publikasi di jurnal predator
memiliki konsekuensi serius, antara lain:
- Merusak kualitas komunikasi ilmiah: Artikel bermutu rendah atau bahkan menyalahi metodologi ilmiah dapat lolos tanpa tinjauan dari pakar secara obyektif (blind review), sehingga berisiko menyebarkan informasi yang salah dan menghambat kemajuan ilmu pengetahuan.
- Mengurangi visibilitas dan dampak riset: Jurnal predator jarang diindeks di basis data bereputasi seperti WOS atau SCImago. Akibatnya, karya penulis sulit ditemukan dan jarang dikutip oleh peneliti lainnya.
- Kerugian finansial dan kehilangan karya: Penulis harus membayar APC dengan biaya tinggi, namun artikel bisa dipublikasikan tanpa persetujuan (tanpa proses Galley Proof) terlebih dahulu atau bahkan artikel dapat terhapus dari database tanpa pemberitahuan kepada penulis, sehingga sulit diterbitkan ulang di jurnal lain.
Strategi
Menghindari Jurnal Predator
Beberapa langkah praktis yang dapat
kita lakukan untuk menghindari Jurnal Predator, di antaranya:
- Periksa penulisan dan tata bahasa di archive situs jurnal tersebut; banyaknya kesalahan typo pada paper bisa menjadi indikator adanya penipuan.
- Pastikan proses peer review dan biaya publikasi tercantum dengan jelas di website jurnal.
- Cek apakah jurnal terindeks di database kredibel seperti WOS atau SCImago.
- Verifikasi keanggotaan jurnal di organisasi etika publikasi seperti COPE, DOAJ, atau OASPA.
- Manfaatkan alat bantu seperti Think. Check. Submit. untuk menilai kredibilitas jurnal.
Jurnal predator merupakan ancaman
nyata bagi dunia akademik karena dapat menggerus kepercayaan publik terhadap
publikasi ilmiah. Oleh sebab itu, penting bagi dosen dan peneliti untuk
bersikap kritis, teliti, dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia guna
memastikan jurnal yang dituju benar-benar bereputasi. Dengan begitu, integritas
ilmiah tetap terjaga, dan upaya riset yang dilakukan dapat memberikan
kontribusi nyata bagi ilmu pengetahuan.
Referensi:
Elmore SA, Weston EH. Predatory
Journals: What They Are and How to Avoid Them. Toxicologic Pathology.
2020; 48 (4):607-610. doi:10.1177/ 0192623320920209