Halal Haram Investasi Saham: Menakar Etika dan Hukum dalam Perspektif Syariah

Posted on
  • Thursday, June 26, 2025
  • by
  • in
  • Label: , , ,
  • Investasi saham merupakan salah satu bentuk pengembangan harta yang semakin populer saat ini. Namun bagi seorang Muslim, pertanyaan besar yang sering mengemuka adalah: Apakah investasi saham itu halal? Pertanyaan ini tidak bisa dijawab secara sederhana karena investasi saham melibatkan banyak aspek yang harus ditinjau dari perspektif syariah. Dalam pandangan Islam, kehalalan suatu bentuk muamalah -termasuk di dalamnya investasi-sangat ditentukan oleh objek, sumber, dan cara transaksi yang digunakan.

    Dalam konteks ini, para ulama kontemporer telah menetapkan sejumlah syarat agar suatu investasi saham dapat dinyatakan halal, yang secara garis besar dapat dikategorikan dalam empat poin utama:

    1. Emiten Bergerak di Sektor yang Halal dan Memproduksi Barang atau Jasa yang Halal

    Hal pertama yang menjadi dasar kehalalan investasi saham adalah sektor usaha dari emiten tersebut. Investasi saham dianggap halal jika perusahaan tersebut bergerak di bidang usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah, seperti: Tidak memproduksi atau menjual minuman keras. Tidak bergerak di bidang perjudian, pornografi, riba, atau produk haram lainnya

    Allah سُبْحَانَ ٱللَّٰهِ هُوَ تَعَالَى berfirman:

    "Hai orang-orang yang beriman, makanlah dari rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu..." (QS. Al-Baqarah: 172)

    Kata "thayyib" menunjukkan bahwa harta atau sumber pendapatan harus bersih dan halal.

    2. Modal Perusahaan Bersumber dari Dana yang Halal

    Sumber pendanaan perusahaan juga menjadi pertimbangan penting dalam hukum investasi saham. Perusahaan tidak boleh menjadikan utang berbasis riba sebagai sumber utama pendanaannya. Dalam hal ini, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama:

    Syaikh Shaleh Al-Fauzan (anggota Haiah Kibaril Ulama Saudi Arabia) berpendapat bahwa perusahaan tidak boleh memiliki utang riba sama sekali, karena riba termasuk dosa besar yang secara tegas diharamkan dalam Islam. à Cari emiten syariah dengan debt to equity rationya (D/E) 0%

    Sebagian ulama kontemporer lain (seperti anggota AAOIFI dan DSN-MUI) menggunakan analogi fiqih (qiyas) dengan hukum air:
    "Jika air sebanyak dua qullah tidak berubah warna, rasa, atau baunya meskipun terkena najis, maka ia tetap suci."
    Maka, jika porsi hutang ribawi dalam modal perusahaan sangat kecil dan tidak dominan (misalnya <5%), maka sahamnya masih boleh dimiliki.

    Standar Syariah:
    • Arab Saudi (Tadawul Shariah Index): Debt-to-Equity Ratio maksimal 5%
    • Indonesia (Indeks Saham Syariah Indonesia / ISSI): Toleransi hutang berbasis bunga maksimal 45% dari total ekuitas
    "Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah: 275)
    3. Emiten Tidak Melakukan Corporate Action yang Mengandung Unsur Riba

    Corporate action adalah kebijakan strategis perusahaan yang berdampak langsung pada nilai saham. Dalam Islam, corporate action yang mengandung unsur riba atau spekulasi haram tidak diperbolehkan, seperti:
    • Repo (Repurchase Agreement): Kontrak jual beli dengan janji membeli kembali di kemudian hari dengan harga lebih tinggi, mengandung unsur riba.
    • Margin trading: Membeli saham dengan dana pinjaman berbunga dari broker juga tergolong riba.
    Namun, tidak semua corporate action haram. Stock split dan reverse stock split yang hanya memecah atau menggabungkan nilai nominal saham, selama tidak ada unsur riba atau manipulasi pasar, masih diperbolehkan, asalkan transparan dan tidak disertai praktik haram.
    "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al-Maidah: 2)
    4. Tidak Menggunakan Margin Sekuritas dalam Transaksi Saham

    Penggunaan margin atau pinjaman dalam jual beli saham -di mana investor membeli saham menggunakan dana pinjaman dari sekuritas dengan bunga tertentu jelas mengandung unsur riba dan dilarang dalam Islam.

    Hal ini berbeda dengan akad musyarakah atau mudharabah, di mana ada kerja sama bagi hasil yang sesuai prinsip syariah.
    Rasulullah -Shallallahu ’alaihi wasallam-bersabda:
    "Rasulullah melaknat pemakan riba, pemberi riba, pencatatnya, dan dua saksinya." (HR. Muslim)
    Investasi saham dalam Islam pada dasarnya mubah (boleh), namun menjadi haram bila melanggar prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu, seorang Muslim yang ingin berinvestasi wajib memperhatikan aspek-aspek berikut:

    Pastikan perusahaan bergerak di sektor yang halal. Tinjau struktur keuangan perusahaan, khususnya keberadaan utang berbasis bunga. Hindari perusahaan yang melakukan kebijakan yang mengandung riba. Gunakan mekanisme transaksi yang bebas dari riba, termasuk tidak menggunakan margin trading.

    Investasi bukan sekadar mengincar keuntungan duniawi, tetapi juga harus membawa keberkahan dan keridhaan Allah. Dengan memahami kaidah syariah dalam berinvestasi, kita dapat menjadi investor yang tidak hanya cerdas secara finansial, tetapi juga saleh secara spiritual.

    Referensi:
    • Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah: 172, 275
    • Surah Al-Maidah: 2
    • HR. Muslim, Hadis tentang riba
    • Fatwa DSN-MUI No. 135/DSN-MUI/VIII/2020 tentang Saham Syariah
    • Syaikh Shaleh Al-Fauzan, Syarh al-Mulakhkhas al-Fiqhi, dan ceramah-ceramahnya di laman resmi Haiah Kibaril Ulama
    • AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) Standards
     
    Copyright (c) 2025 |Dr. Rudiyanto, SP., M.Si.|Associate Researcher at Research Center for Applied Botany BRIN, Indonesia