Investasi saham merupakan salah satu
bentuk pengembangan harta yang semakin populer saat ini. Namun bagi seorang
Muslim, pertanyaan besar yang sering mengemuka adalah: Apakah investasi
saham itu halal? Pertanyaan ini tidak bisa dijawab secara sederhana karena
investasi saham melibatkan banyak aspek yang harus ditinjau dari perspektif
syariah. Dalam pandangan Islam, kehalalan suatu bentuk muamalah -termasuk di
dalamnya investasi-sangat ditentukan oleh objek, sumber, dan cara transaksi
yang digunakan.
Dalam konteks ini, para ulama
kontemporer telah menetapkan sejumlah syarat agar suatu investasi saham dapat
dinyatakan halal, yang secara garis besar dapat dikategorikan dalam empat
poin utama:
1.
Emiten Bergerak di Sektor yang Halal dan Memproduksi Barang atau Jasa yang
Halal
Hal pertama yang menjadi dasar
kehalalan investasi saham adalah sektor usaha dari emiten tersebut. Investasi
saham dianggap halal jika perusahaan tersebut bergerak di bidang usaha yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah, seperti: Tidak memproduksi atau menjual minuman keras. Tidak bergerak di bidang perjudian, pornografi, riba,
atau produk haram lainnya
Allah سُبْحَانَ ٱللَّٰهِ هُوَ تَعَالَى berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman,
makanlah dari rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu..." (QS. Al-Baqarah: 172)
Kata "thayyib" menunjukkan
bahwa harta atau sumber pendapatan harus bersih dan halal.
2.
Modal Perusahaan Bersumber dari Dana yang Halal
Sumber pendanaan perusahaan juga
menjadi pertimbangan penting dalam hukum investasi saham. Perusahaan tidak
boleh menjadikan utang berbasis riba sebagai sumber utama pendanaannya. Dalam
hal ini, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama:
Syaikh Shaleh Al-Fauzan (anggota Haiah Kibaril Ulama
Saudi Arabia) berpendapat bahwa perusahaan
tidak boleh memiliki utang riba sama sekali, karena riba termasuk dosa
besar yang secara tegas diharamkan dalam Islam. à Cari emiten syariah dengan debt to equity rationya (D/E)
0%
Sebagian ulama kontemporer lain (seperti anggota
AAOIFI dan DSN-MUI) menggunakan analogi fiqih (qiyas) dengan hukum air:
"Jika air sebanyak dua qullah tidak berubah warna, rasa, atau baunya meskipun terkena najis, maka ia tetap suci."
Maka, jika porsi hutang ribawi dalam modal perusahaan sangat kecil dan tidak
dominan (misalnya <5%), maka sahamnya masih boleh dimiliki.
Standar
Syariah:
- Arab Saudi (Tadawul Shariah Index): Debt-to-Equity Ratio maksimal 5%
- Indonesia (Indeks Saham Syariah Indonesia / ISSI): Toleransi hutang berbasis bunga maksimal 45% dari total ekuitas
"Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah: 275)
3.
Emiten Tidak Melakukan Corporate Action yang Mengandung Unsur Riba
Corporate action adalah kebijakan
strategis perusahaan yang berdampak langsung pada nilai saham. Dalam Islam,
corporate action yang mengandung unsur riba atau spekulasi haram tidak
diperbolehkan, seperti:
- Repo (Repurchase Agreement): Kontrak jual beli dengan janji membeli kembali di kemudian hari dengan harga lebih tinggi, mengandung unsur riba.
- Margin trading: Membeli saham dengan dana pinjaman berbunga dari broker juga tergolong riba.
Namun, tidak semua corporate action
haram. Stock split dan reverse stock split yang hanya memecah
atau menggabungkan nilai nominal saham, selama tidak ada unsur riba atau
manipulasi pasar, masih diperbolehkan, asalkan transparan dan tidak
disertai praktik haram.
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al-Maidah: 2)
4.
Tidak Menggunakan Margin Sekuritas dalam Transaksi Saham
Penggunaan margin atau pinjaman
dalam jual beli saham -di mana investor membeli saham menggunakan dana pinjaman
dari sekuritas dengan bunga tertentu jelas mengandung unsur riba dan dilarang
dalam Islam.
Hal ini berbeda dengan akad
musyarakah atau mudharabah, di mana ada kerja sama bagi hasil yang sesuai
prinsip syariah.
Rasulullah -Shallallahu ’alaihi wasallam-bersabda:
"Rasulullah melaknat pemakan riba, pemberi riba, pencatatnya, dan dua saksinya." (HR. Muslim)
Investasi saham dalam Islam pada
dasarnya mubah (boleh), namun menjadi haram bila melanggar
prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu, seorang Muslim yang ingin
berinvestasi wajib memperhatikan aspek-aspek berikut:
Pastikan perusahaan bergerak di sektor yang halal. Tinjau struktur keuangan perusahaan, khususnya
keberadaan utang berbasis bunga. Hindari perusahaan yang melakukan kebijakan yang
mengandung riba. Gunakan mekanisme transaksi yang bebas dari riba,
termasuk tidak menggunakan margin trading.
Investasi bukan sekadar mengincar
keuntungan duniawi, tetapi juga harus membawa keberkahan dan keridhaan Allah.
Dengan memahami kaidah syariah dalam berinvestasi, kita dapat menjadi investor
yang tidak hanya cerdas secara finansial, tetapi juga saleh secara spiritual.
Referensi:
- Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah: 172, 275
- Surah Al-Maidah: 2
- HR. Muslim, Hadis tentang riba
- Fatwa DSN-MUI No. 135/DSN-MUI/VIII/2020 tentang Saham Syariah
- Syaikh Shaleh Al-Fauzan, Syarh al-Mulakhkhas al-Fiqhi, dan ceramah-ceramahnya di laman resmi Haiah Kibaril Ulama
- AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) Standards