Di Tengah Minimnya Dana Riset, Publikasi Ilmiah Indonesia Tembus Peringkat 37 Dunia versi Scimago

Posted on
  • Thursday, June 26, 2025
  • by
  • in
  • Label: ,
  • Jika kita membuka laman Scimago Journal & Country Rank, sebuah portal website berbasis data dari publikasi Scopus yang mengukur produktivitas ilmiah tiap negara, maka kita akan melihat bahwa dominasi Amerika Serikat masih sangat kuat. Jumlah publikasi ilmiah dari Negeri Paman Sam jauh melampaui negara lain. Namun, China dengan laju eksponensialnya kini menduduki peringkat kedua dan diprediksi akan segera menyalip AS dalam waktu dekat.

    Di tengah hegemoni dua raksasa tersebut, posisi Indonesia ternyata cukup mengejutkan: kita berada di peringkat ke-37 dunia dalam output artikel jurnal ilmiah. Dalam konteks ini, Indonesia cukup unggul dari beberapa negara berkembang lainnya, bahkan dari sebagian negara yang cukup maju seperti New Zealand, Irlandia, bahkan Argentina. Di satu sisi, ini layak kita syukuri dan banggakan. Di sisi lain, hal ini menunjukkan adanya potensi besar yang kita miliki, jika para periset (kampus dan lembaga penelitian) didukung dengan kebijakan yang berpihak pada dunia sains & teknologi.

    Bandingkan dengan peringkat Indonesia di FIFA yang sayangnya masih di kisaran 130-an dunia. Maka bisa dibilang, peringkat ilmiah kita di dunia jauh lebih “Kompetitif” dibanding peringkat sepakbola kita. Tentu, membandingkan keduanya mungkin seperti membandingkan apel dan jeruk, tapi ini menjadi cermin menarik, di bidang yang sering dipandang sepi, dan kurang menarik secara politik, kita justru tampil lebih baik.

    Ketimpangan Dana dan Output Riset

    Namun, mari kita bicara tentang satu hal yang sangat penting tapi sering luput dari perhatian: yakni tentang dana riset. Negara-negara dengan output jurnal tinggi memang umumnya memiliki investasi besar di bidang R&D (Research and Development). Berikut adalah perbandingan dana riset dari beberapa negara versi UNESCO dan OECD, 2023:

    Negara

    % PDB untuk R&D

    Jumlah Publikasi (Scimago)

    Amerika Serikat

    3,45%

    >1.200.000 artikel

    China

    2,55%

    >1.000.000 artikel

    Korea Selatan

    4,81%

    ~350.000 artikel

    Jepang

    3,26%

    ~400.000 artikel

    Jerman

    3,14%

    ~450.000 artikel

    Indonesia

    0,24%

    ~31.000 artikel


    Data ini menunjukkan bahwa output riset Indonesia sebenarnya tidak jelek-jelek amat jika dibandingkan dengan skala investasinya yang masih "ala kadarnya". Dengan anggaran hanya sekitar 0,24% dari PDB, hasil publikasi kita bisa dibilang cukup efisien. Namun, efisiensi ini tidak bisa terus-menerus diandalkan tanpa peningkatan kualitas dan infrastruktur yang memadai.

    Pentingnya Menjadikan Riset sebagai Prioritas Bangsa

    Riset bukanlah kemewahan. Ia adalah fondasi sebuah negara. Negara-negara yang mampu mengembangkan teknologi sendiri, menciptakan solusi atas masalah internal, dan membentuk kemandirian intelektual adalah negara yang mampu bertahan dalam jangka panjang. Riset adalah jalur menuju kedaulatan pangan, energi, kesehatan, hingga pertahanan dan keamanan.

    Sebagai contoh, Vietnam, yang kini mulai menyalip Indonesia dalam beberapa indikator riset, telah menjadikan science and technology sebagai bagian dari strategi nasional. Mereka memahami bahwa pertumbuhan ekonomi dan daya saing global tak mungkin berkelanjutan tanpa fondasi riset yang kuat.

    Indonesia pun harus mulai bergerak ke arah yang sama. Laboratorium yang memadai, sistem insentif bagi peneliti, kolaborasi antara kampus dan industri, serta keterbukaan akses terhadap data dan pendanaan harus diperbaiki secara sistemik. Dana riset bukan hanya soal anggaran, tapi soal visi dan misi jangka panjang.

    Jika kita bisa bangga dengan peringkat ilmiah Indonesia di Scimago, maka itu adalah sinyal bahwa kita sebenarnya punya potensi besar. Tapi potensi saja tidaklah cukup. Tanpa dukungan ruang fiskal dan struktural yang kuat, potensi itu akan stagnan atau justru ditinggal negara lain. Maka, sudah saatnya riset menjadi prioritas nasional, bukan sekadar pelengkap visi misi saat musim kampanye.

    Dan jika ada yang berkata, "Indonesia hanya jago bikin paper tapi aplikasinya mana?", maka jawabannya justru ada di sana: perbaiki jembatan antara riset dan implementasinya. Bangsa besar tidak lahir dari retorika, tapi dari kerja sunyi para ilmuwan yang diberi ruang untuk tumbuh dan berkarya.
     
    Copyright (c) 2025 |Dr. Rudiyanto, SP., M.Si.|Associate Researcher at Research Center for Applied Botany BRIN, Indonesia