Dalam bukunya yang berjudul The Sociopath Next Door (2005), Martha Stout menyampaikan satu fakta yang menarik: bahwa sekitar 4% populasi, atau satu dari 25 orang, adalah seorang sosiopat yakni individu yang tidak memiliki hati nurani, tidak mampu merasakan empati, dan menjalani hidup dengan agenda tersembunyi yang seringkali merugikan orang lain. Yang lebih mengejutkan, mereka biasanya tak tampak mencurigakan. Mereka bisa jadi orang yang ramah, komunikatif, bahkan tampak sangat care dan peduli kepadamu.
Salah
satu ciri khas yang paling berbahaya dari seorang sosiopat, menurut Stout,
adalah kecenderungan mereka untuk
menggali informasi pribadi dari orang lain sambil merahasiakan identitas dan
motif pada diri mereka sendiri. Mereka tampak tertarik pada hidupmu:
bertanya tentang dirimu, apa yang kamu kerjakan, apa yang kamu lakukan dan
komunikasikan dengan orang lain, bagaimana relasi dan circle mu, rencanamu, apa
yang kamu baca, apa yang kamu tulis dan seterusnya. Mereka akan terlihat seolah
menjadi pendengar yang baik, namun tetaplah berhati-hati dan jangan terkecoh.
Ketika
kamu mulai mencoba menanyakan balik: “Bagaimana dengan kamu?”,
jawabannya mendadak menjadi kabur dan tertutup, atau dialihkan dengan pembicaraan
lain, baik itu lelucon, atau malah dikembalikan ke dirimu lagi. Mereka mencoba menghindari
kerentanan. Dalam bab-bab awal bukunya, Stout menegaskan bahwa sosiopat
akan menciptakan ilusi kedekatan hanya untuk mengendalikan narasi, bukan untuk membangun hubungan relasi yang sejati.
Mereka haus akan kendali, dan informasi yang akan dipakai untuk alat “Kekuasaan” bagi mereka.
Fenomena
ini sangat mirip dengan peringatan dalam Al-Qur'an terkait orang-orang yang menyimpan
niat buruk di balik wajah ramah mereka. Allah -Subhanahuwataala- berfirman:
"Di antara manusia ada yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah akan isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (darimu), ia berjalan di bumi untuk membuat kerusakan padanya dan membinasakan tanaman-tanaman dan binatang ternak; dan Allah tidak menyukai kerusakan."(QS. Al-Baqarah: 204–205)
Ayat
ini menggambarkan sosok yang memanipulasi
persepsi melalui kata-kata manis, namun menyembunyikan kerusakan yang
direncanakan. Ini selaras dengan karakter sosiopat yang penuh kepura-puraan,
namun berniat menguasai.
Hal
ini sejalan dengan konsep yang dikemukakan oleh psikolog klinis George K. Simon
dalam bukunya In Sheep’s Clothing: Understanding and Dealing with
Manipulative People (2010). Simon menjelaskan bahwa pelaku manipulasi
psikologis sering menggunakan teknik yang disebut selective disclosure, yakni membagikan informasi secara
terbatas, terkontrol, dan diseleksi dengan cermat untuk membentuk persepsi
orang lain sesuai kepentingannya. Dengan kata lain, mereka menciptakan
persona palsu sambil menyembunyikan aspek-aspek diri yang sebenarnya.
Selective
disclosure bukan sekadar “malas cerita.” Tapi ini adalah sebuah taktik
manipulatif. Simon kemudian menyatakan:
“Manipulative individuals know the power of information. They keep their own cards close while prying into yours, exploiting your openness and trust.”(Simon, 2010, hlm. 41)
Taktik
ini memungkinkan mereka untuk menciptakan ketimpangan relasi: kamu menjadi transparan dan terbuka,
sementara mereka tetap buram dan tertutup. Dan dalam ketimpangan ini, “Kuasa”
akan berpihak kepada mereka.
Lebih
parahnya, ketulusanmu bisa dijadikan alat. Informasi tentang luka batinmu bisa
digunakan untuk mengontrolmu di kemudian hari, entah untuk membangkitkan rasa
bersalah, menciptakan ketergantungan emosional, atau bahkan memanipulasi
keputusan penting dalam hidupmu. Dalam hal ini, Martha Stout mengingatkan:
“The most dangerous predators wear the best disguises. They don’t threaten you with claws, they offer you empathy, or at least, what looks like it.” (Stout, 2005, hlm. 28)
Dalam
Islam, kita diajarkan untuk berhati-hati
terhadap orang yang memiliki dua wajah dan tidak konsisten dalam bersikap.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Kamu akan mendapati seburuk-buruk manusia di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yang mempunyai dua wajah: dia mendatangi satu kelompok dengan satu wajah, dan kelompok lain dengan wajah yang lain." (HR. Bukhari, no. 7179; Muslim, no. 2526)
Hadis
ini menggarisbawahi pentingnya keterbukaan
dan kejujuran, serta peringatan akan bahaya orang yang memanipulasi
identitas dan informasi untuk keuntungan pribadi.
Mengembalikan Kendali ke Diri Sendiri
Maka
penting untuk diingat bahwa relasi yang
sehat adalah relasi yang bersifat timbal balik dan adanya equality, baik
dalam berbagi cerita maupun dalam membuka diri. Bila seseorang terlalu cepat
masuk ke ruang pribadimu tapi selalu menghindar saat kamu mencoba mengenal
mereka lebih dalam, maka itu adalah pertanda bahaya. Kedekatan emosional bukan
dibangun lewat satu pihak yang membuka hati, sementara pihak lain menyusun
strategi dengan kartu trufnya.
Waspada
bukan berarti curiga pada semua orang. Tapi seperti yang Martha Stout sarankan,
kita harus berani percaya pada intuisi pribadi, terutama ketika merasa
bahwa sebuah relasi menjadi tidak sehat karena terlalu cepat, terlalu dalam,
dan terlalu berat sebelah.
Sosiopat
tidak bisa dikenali dari wajah atau penampilan luar mereka. Tapi mereka bisa
dikenali dari cara mereka berinteraksi: ingin
tahu segalanya tentangmu, tapi tak pernah benar-benar membiarkanmu mengenal
mereka.
Islam
menekankan prinsip husnuzan
(berprasangka baik), namun juga tatshabbut
(verifikasi) dan al-hazr
(kewaspadaan) terhadap tipu daya. Dalam Surah Al-Hujurat ayat 6, Allah
menegaskan:
"Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian seorang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti..."(QS. Al-Hujurat: 6)
Ayat
ini menunjukkan bahwa sikap kritis dan kehati-hatian bukanlah bentuk kebencian,
melainkan bentuk ke hati-hatian dan perlindungan
terhadap diri dan kebenaran.
Referensi:
- Al-Qur'an: QS. Al-Baqarah: 204–205, QS. Al-Hujurat: 6
- HR. Bukhari (7179), HR. Muslim (2526)
- Simon, George K. In Sheep’s Clothing: Understanding and Dealing with Manipulative People. Parkhurst Brothers, 2010.
- Stout, Martha. The Sociopath Next Door. Broadway Books, 2005