Mengapa Orang Kaya Lebih Mudah Diterima di Masyarakat?

Posted on
  • Thursday, June 19, 2025
  • by
  • in
  • Label: , , ,
  • Dalam dinamika sosial masyarakat modern, sering kali kita melihat fenomena bahwa orang kaya lebih mudah diterima, disukai, dan dihormati dalam lingkungan sosial dibandingkan orang miskin. Realita ini bukan hanya soal persepsi, tetapi juga berkaitan dengan kemampuan ekonomi yang memengaruhi cara seseorang membangun dan menjaga relasi sosial.

    Orang kaya memiliki kelebihan dalam akses dan sumber daya yang membuat mereka lebih mudah diterima di berbagai kalangan. Mereka mampu mentraktir teman, memberi hadiah, mengundang untuk makan malam di restoran, atau bahkan membiayai acara kebersamaan yang mempererat hubungan sosial. Tindakan-tindakan ini tidak hanya dinilai sebagai kebaikan, tetapi juga membentuk citra sebagai pribadi yang dermawan dan menyenangkan. Sebaliknya, orang miskin sering kali tak memiliki kemampuan serupa. Bukan berarti mereka tidak ingin berbagi atau menjalin relasi, namun keterbatasan finansial kerap membuat mereka tampak pasif atau bahkan terkesan “menumpang” dalam pergaulan.

    Dalam urusan menjaga silaturahmi, orang kaya pun memiliki keunggulan. Mereka bisa dengan mudah membeli tiket pesawat dan hadir di acara pernikahan, reuni, atau syukuran kolega yang tinggal jauh. Mereka dapat membawa oleh-oleh, hadiah, bahkan ikut memberikan sumbangan dalam acara tersebut. Keberadaan mereka dianggap sebagai bentuk perhatian yang tinggi. Bandingkan dengan orang miskin yang harus berpikir dua kali bahkan untuk sekadar ongkos transportasi. Kadang bukan tidak mau datang, tapi karena tidak sanggup.

    Relasi sosial juga sering dilihat dari kemampuan untuk memberi dukungan dalam bentuk nyata. Ketika teman atau kolega diwisuda, membuka usaha, atau naik jabatan, orang kaya bisa mengirimkan bucket bunga, bingkisan, atau bahkan karangan bunga. Ini menjadi bentuk simbolis dari penghargaan dan dukungan. Orang miskin mungkin hanya bisa memberi ucapan lewat pesan singkat via WA atau komen di media sosial, mungkin niatnya tulus, namun sering kali tak dianggap setara dalam ekspresi sosial di masyarakat.

    Kemampuan mobilitas juga menjadi faktor penting. Orang kaya bisa menjemput teman dari bandara atau stasiun menggunakan mobil pribadi yang nyaman. Mereka bisa jadi tuan rumah yang baik dalam berbagai kesempatan. Sementara orang miskin? Kalaupun menjemput, mungkin hanya bisa naik motor, atau bahkan sepeda yang walau bermakna, tetap saja dianggap “kurang pantas” dalam norma sosial tertentu.

    Inilah mengapa masyarakat kita cenderung lebih "menerima" keberadaan orang kaya. Bukan semata karena kekayaan itu sendiri, tapi karena kekayaan memberi alat dan peluang untuk memperkuat relasi sosial secara nyata. Dalam masyarakat yang sering kali menilai bentuk perhatian dari besaran nilai materi, orang kaya memang punya “amunisi” lebih.

    Lalu, apakah artinya orang miskin tidak punya solusi? Tentu ada. Salah satunya adalah memperkuat kualitas diri dan kehadiran yang tulus. Kejujuran, empati, kerja keras, dan integritas masih memiliki nilai tinggi dalam relasi sosial yang sehat. Selain itu, membangun jejaring dan meningkatkan pendidikan serta keterampilan bisa menjadi jembatan untuk memperluas peluang, termasuk didalamnya peluang ekonomi. Tidak harus kaya raya, tetapi cukup agar mampu menjalin hubungan sosial yang setara dan bermakna.

    Pada akhirnya, masyarakat perlu belajar untuk menilai seseorang tidak hanya dari apa yang bisa ia berikan secara materi, tapi juga dari kualitas kepribadian dan ketulusan relasi. Namun, tak bisa dimungkiri: dalam realitas sosial yang ada hari ini, orang kaya memang lebih mudah diterima karena mereka punya lebih banyak cara untuk hadir, memberi, dan menunjukkan perhatian.
     
    Copyright (c) 2025 |Dr. Rudiyanto, SP., M.Si.|Associate Researcher at Research Center for Applied Botany BRIN, Indonesia