Strategi Publikasi Jurnal Ilmiah Bereputasi dan Terindex Scopus Gratis (Free APC)

Dalam dunia akademik, publikasi ilmiah menjadi salah satu KPI atau tolak ukur penting untuk menilai kinerja dan kontribusi seorang peneliti/ dosen. Namun, di balik euforia “Publish or Perish”, para peneliti/ dosen kerap dihadapkan pada tantangan finansial yang cukup pelik yakni APC. Biaya publikasi (Article Processing Charges/APC) yang tinggi di jurnal-jurnal bereputasi kerap menjadi penghalang bagi banyak akademisi. Namun demikian, sejumlah alternatif yang “gratis/ free” atau tanpa APC sebenarnya masih tersedia, jika peneliti tahu harus mencari ke mana. Salah satu strategi yang bisa ditempuh adalah mencari jurnal open access yang terindeks di DOAJ (Directory of Open Access Journals), atau memilih jurnal hybrid dari penerbit besar seperti Elsevier, yang menyediakan opsi publikasi gratis (non-open access).

Mencari Jurnal Gratis: DOAJ dan Pilihan Hybrid

DOAJ merupakan direktori jurnal akses terbuka bereputasi yang menyediakan ribuan jurnal dari berbagai disiplin ilmu yang tidak memungut biaya APC. DOAJ secara aktif menyaring jurnal-jurnal yang terindikasi predator dan hanya mencantumkan jurnal yang lolos kriteria keterbukaan dan etika publikasi. Oleh karena itu, menelusuri DOAJ dan menyaring jurnal sesuai bidang masing-masing menjadi langkah strategis yang sangat penting bagi peneliti/ dosen.

Di sisi lain, beberapa penerbit besar seperti Elsevier, Springer, Wiley, dan Taylor & Francis juga menawarkan “Jurnal Hybrid”. Ini berarti, penulis dapat memilih untuk menerbitkan artikel mereka secara open access dengan membayar APC, atau secara tertutup (closed access) tanpa APC. Meskipun pilihan “Gratis” ini sangat menarik, namun ada implikasi penting yang harus menjadi bahan pertimbangan:
  1. Artikel tidak open access biasanya hanya dapat diakses oleh pengguna institusi berlangganan.
  2. Jumlah pembaca cenderung terbatas, karena akses dibatasi.
  3. Peluang jurnal untuk disitasi menjadi lebih kecil, karena pembaca yang tidak memiliki akses dan tidak bisa membaca secara langsung.
Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa artikel open access memiliki peluang atau probabilitas lebih tinggi untuk disitasi. Piwowar et al. (2018), pernah melakukan sebuah studi terhadap lebih dari 300.000 artikel ilmiah, yang menunjukkan bahwa artikel open access memiliki rata-rata 18% lebih banyak sitasi dibandingkan artikel yang bukan open access.

Kekurangan dan Kelebihan Publikasi Gratis/ Free APC

Kelebihan:
  • Tidak membebani peneliti dengan biaya APC yang mahal.
  • Dapat digunakan sebagai batu loncatan awal, terutama bagi peneliti muda/ pemula.
  • Legal dan etis selama diterbitkan di jurnal yang kredibel dan bereputasi.
Kekurangan:
  • Visibilitas artikel lebih rendah, terutama jika tidak open access.
  • Distribusi terbatas, karena hanya dapat diakses oleh komunitas terbatas.
  • Peluang disitasi juga berkurang, yang bisa memengaruhi jejak akademik seorang penulis dalam jangka panjang.
  • Beberapa jurnal yang menawarkan publikasi gratis sering kali memiliki waktu review lebih lama.
Oleh karena itu, pemilihan jurnal bukan hanya soal "gratis atau berbayar", tetapi juga perlu pertimbangan lain terkait strategi komunikasi ilmiah dalam jangka panjang terkait jumlah sitasi dan nilai H-index peneliti/ dosen.

Strategi Memilih Jurnal Bereputasi

Berikut beberapa strategi untuk memaksimalkan peluang publikasi tanpa biaya namun tetap berkualitas:
  1. Gunakan DOAJ sebagai pintu utama pencarian jurnal open access gratis. Cek apakah jurnal tersebut terindeks di Scopus, Web of Science, atau SINTA jika relevan.
  2. Manfaatkan jurnal-jurnal milik asosiasi keilmuan, yang sering kali tidak memungut biaya karena biaya publikasi disubsidi organisasi/ NGO.
  3. Cek kebijakan self-archiving (green open access) dari jurnal hybrid. Beberapa jurnal Elsevier mengizinkan versi accepted manuscript diunggah ke repositori institusi.
  4. Gunakan tools seperti “Journal Finder” dari Elsevier, Springer, dan Wiley untuk menyaring jurnal berdasarkan bidang, open access policy, dan APC.

Publikasi Gratis Masih Dimungkinkan, Asal Tahu Caranya

Menerbitkan artikel secara gratis masih sangat mungkin dilakukan tanpa mengorbankan kualitas, asalkan peneliti bersedia melakukan riset terlebih dahulu terhadap jurnal yang dituju. Platform seperti DOAJ memberikan kesempatan bagi banyak peneliti untuk tetap berkontribusi dalam dunia akademik secara global tanpa hambatan finansial dari APC. Namun, penting juga untuk menyadari bahwa publikasi yang tidak open access memiliki keterbatasan dalam hal keterbacaan dan peluang sitasi yang kecil.

Kunci sukses dalam publikasi bukan hanya menemukan jurnal yang gratis, tetapi juga memastikan jurnal tersebut bereputasi, sesuai scope bidang kita, dan menjangkau audiens yang tepat. Pada akhirnya, publikasi ilmiah bukanlah sekadar output, tetapi merupakan bagian dari dialog akademik yang lebih luas. Dan dalam dialog itu, keterbacaan dan dampak menjadi faktor yang tak boleh diabaikan.

Referensi:
  • Piwowar, H., Priem, J., Larivière, V., et al. (2018). The state of OA: a large-scale analysis of the prevalence and impact of Open Access articles. PeerJ, 6:e4375. https://doi.org/10.7717/peerj.4375
  • DOAJ. (2024). Directory of Open Access Journals. https://doaj.org
  • Elsevier. (2024). Open Access Options. https://www.elsevier.com/about/open-science/open-access
Artikel Selengkapnya...

Mengapa Jurnal Terindex Scopus Discontinue?

Dalam dunia akademik, Scopus telah menjadi salah satu acuan basis data sitasi terbesar dan paling bergengsi yang digunakan oleh para peneliti, dosen, dan lembaga riset di seluruh dunia. Namun, tidak semua jurnal yang semula terindeks di Scopus dapat bertahan lama. Setiap tahun, sejumlah jurnal terpaksa dihentikan atau dihapus dari daftar indexsasi Scopus (discontinue). Fenomena ini memunculkan banyak pertanyaan: mengapa hal ini bisa terjadi? Apa yang menjadi penyebab jurnal-jurnal tersebut discontinue, dan apa implikasinya bagi penulis dan komunitas masyarakat ilmiah?

Standar Seleksi yang Ketat di dalam Indexsasi Scopus

Scopus tidak hanya berperan sebagai pengindeks karya ilmiah, tetapi juga sebagai penjaga kualitas literatur akademik global. Sejak tahun 2009, Scopus membentuk Content Selection & Advisory Board (CSAB), yakni dewan independen yang bertugas menyeleksi dan meninjau jurnal-jurnal yang masuk ke dalam database mereka. Dewan ini bertanggung jawab menjaga agar hanya jurnal berkualitas saja yang dapat diakses pengguna Scopus (Quvae, 2023). Dengan demikian, proses seleksi jurnal Scopus bukanlah proses yang dilakukan dari evaluasi satu kali saja. Setiap jurnal diawasi dan dinilai secara berkala untuk memastikan tetap mematuhi standar yang ditetapkan oleh Scopus.

Alasan Jurnal Dihapus dari Database Scopus

Berdasarkan informasi dari web Quvae (2023) dan sumber pendukung lain, terdapat empat alasan utama utama mengapa jurnal dapat discontinue dari indexsasi Scopus:

1️. Publication Concerns (Masalah pada Proses Penerbitan)

Jurnal dapat dihapus dari list database Scopus jika ditemukan adanya kekeliruan serius dalam proses editorial, seperti lemahnya sistem peer review, manipulasi publikasi, atau bahkan dugaan keterlibatan dalam aktivitas paper mill (pabrikasi artikel) yang memproduksi artikel secara massal tanpa uji kualitas konten yang memadai. Praktik semacam ini merusak integritas ilmu pengetahuan dan membuat jurnal kehilangan kredibilitasnya.

2️. Under-Performance (Kinerja yang Rendah)

Kinerja jurnal diukur melalui berbagai indikator, termasuk CiteScore dan angka sitasi. Jurnal yang kinerjanya jauh di bawah standar sesuai scope bidangnya (misalnya jurnal dengan skor sitasi hanya setengah dari rata-rata bidangnya) berisiko dicoret dari indexsasi Scopus. Hal ini menunjukkan bahwa jurnal tersebut gagal memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

3️. Outlier Performance (Performa yang bersifat Anomali/ tidak wajar)

Terkadang, sebuah jurnal mengalami lonjakan publikasi atau sitasi secara tiba-tiba dalam jumlah yang tidak wajar. Peningkatan ini bisa menjadi indikator adanya manipulasi, baik dari segi sitasi silang (citation stacking) maupun penerbitan artikel dalam volume yang besar tanpa kendali mutu yang baik (proses peer review). Hal ini kerap terjadi pada jurnal yang membuka terlalu banyak edisi khusus (special issue).

4️. Continuous Curation (Kurasi Secara Berkelanjutan)

Scopus menerapkan pemantauan secara terus-menerus terhadap setiap jurnal yang deindex di databasenya. Jika sebuah jurnal menunjukkan penurunan mutu secara konsisten, misalnya dalam hal integritas editorial, kualitas artikel, atau proses peer review, maka jurnal tersebut dapat dihapus dari indeks. Kurasi ini menjadi bentuk tanggung jawab Scopus untuk menjaga kualitas ekosistem ilmiah (Quvae, 2023).

Praktik dan Ancaman Paper Mill (Pabrikasi Artikel Jurnal)

Salah satu tantangan terbesar dalam dunia penerbitan ilmiah saat ini adalah maraknya praktik paper mill. Paper mill merupakan pihak yang memproduksi artikel ilmiah secara massal dengan kualitas rendah atau bahkan hasil fabrikasi, hanya demi keuntungan finansial dari APC yang mereka adakan. Jurnal-jurnal yang terjebak bekerja sama dengan pihak semacam ini biasanya kehilangan kontrol atas mutu artikel yang mereka terbitkan. Akibatnya, Scopus terpaksa mengambil tindakan tegas dengan menghentikan pengindeksan jurnal tersebut (Elsevier, 2021).

Dampak Penghapusan Indexsasi Scopus bagi Penulis (Peneliti maupun Dosen)

Banyak penulis merasa cemas ketika jurnal tempat mereka menerbitkan artikel dicoret dari Scopus. Namun penting untuk dipahami, penghapusan ini hanya berlaku ke depan (tidak berlaku surut). Artinya, artikel yang sudah terbit sebelumnya tetap terindeks dan dapat disitasi. Validitas dan keberlakuan artikel tersebut sebagai karya ilmiah tidak dibatalkan. Penulis hanya perlu lebih berhati-hati dalam memilih jurnal untuk publikasi berikutnya (Elsevier, 2021; Quvae, 2023).

Pentingnya Arsip dan Transparansi Publikasi

Fenomena penghapusan jurnal ini juga menegaskan pentingnya keberadaan sistem arsip digital seperti CLOCKSS atau Portico. Jurnal yang tidak memiliki mekanisme arsip publik berisiko hilang ketika dicabut dari database pengindeks Scopus. Hal ini tentu berbahaya bagi keberlanjutan akses ilmu pengetahuan, terutama bagi penulis dan pembaca yang ingin mengakses artikel-artikel lama dari Jurnal tersebut.

Pentingnya Menjaga Integritas Ilmu Pengetahuan

Penghapusan jurnal dari indexsasi Scopus seharusnya menjadi cermin bagi semua pihak, baik penerbit, editor, maupun penulis. Dunia akademik harus selalu menjunjung tinggi integritas, transparansi, dan mutu dalam setiap publikasi ilmiah. Bagi para penulis, bijaklah dalam memilih jurnal dengan memastikan kredibilitas dan rekam jejaknya. Sementara bagi penerbit, penting untuk senantiasa menjaga proses editorial yang jujur, profesional, dan sesuai standar. Dengan demikian, marwah publikasi ilmiah dapat tetap terjaga demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Referensi:
  • Quvae. (2023). Understanding Why Journals Are Discontinued from Scopus. https://www.quvae.com/blog/understanding-why-journals-are-discontinued-from-scopus
  • Elsevier. (2021). Scopus Content Coverage Guide. https://www.elsevier.com/solutions/scopus/how-scopus-works/content
  • Scopus. (2021). Title evaluation process. https://www.elsevier.com/solutions/scopus/how-scopus-works/content/content-policy-and-selection
Artikel Selengkapnya...

Jurnal Predator: Ancaman Bagi Integritas Publikasi Ilmiah

Dalam era perkembangan pesat publikasi ilmiah jurnal berbasis open access, hadir fenomena mengkhawatirkan berupa predatory journals atau jurnal predator. Istilah ini diperkenalkan pertama kali oleh Jeffrey Beall, seorang pustakawan dari University of Colorado Amerika Serikat, untuk menyebut penerbit yang mengeksploitasi skema open access demi keuntungan pribadi semata, dengan mengorbankan integritas ilmiah dan etika publikasi. Elmore dan Weston (2020) dalam Brief Communication di jurnal Toxicologic Pathology memberikan penjelasan yang cukup komprehensif bagi para penulis agar dapat mengenali dan menghindari jebakan dari jurnal predator.

Ciri-Ciri Jurnal Predator

Jurnal predator sekilas terlihat sekan-akan seperti jurnal ilmiah yang bereputasi, namun sejatinya menjalankan praktik yang tidak etis. Beberapa ciri utama dari jurnal predator diantaranya:

  • Tidak ada review jurnal atau jika mengklaim adanya peer review, tidak dilakukan secara benar atau hanya formalitas semata.
  • Memasang metrik seperti impact factor palsu yang tak dapat diverifikasi.
  • Menawarkan janji publikasi dalam waktu sangat cepat dan tidak realistis (hitungan hari dan minggu).
  • Menerima artikel apa pun selama penulis membayar, tanpa memperhatikan mutu konten atau relevansinya dalam dunia akademik.
  • Mencantumkan dewan editor palsu atau tanpa izin mereka.
  • Menggunakan nama atau situs yang mirip dengan jurnal ternama.
  • Kurang transparan soal biaya publikasi (article processing charge, APC) hingga penulis terjebak membayar mahal tanpa adanya pemberitahuan sebelumnya.

Dampak Negatif Publikasi di Jurnal Predator

Publikasi di jurnal predator memiliki konsekuensi serius, antara lain:

  1. Merusak kualitas komunikasi ilmiah: Artikel bermutu rendah atau bahkan menyalahi metodologi ilmiah dapat lolos tanpa tinjauan dari pakar secara obyektif (blind review), sehingga berisiko menyebarkan informasi yang salah dan menghambat kemajuan ilmu pengetahuan.
  2. Mengurangi visibilitas dan dampak riset: Jurnal predator jarang diindeks di basis data bereputasi seperti WOS atau SCImago. Akibatnya, karya penulis sulit ditemukan dan jarang dikutip oleh peneliti lainnya.
  3. Kerugian finansial dan kehilangan karya: Penulis harus membayar APC dengan biaya tinggi, namun artikel bisa dipublikasikan tanpa persetujuan (tanpa proses Galley Proof) terlebih dahulu atau bahkan artikel dapat terhapus dari database tanpa pemberitahuan kepada penulis, sehingga sulit diterbitkan ulang di jurnal lain.

Strategi Menghindari Jurnal Predator

Beberapa langkah praktis yang dapat kita lakukan untuk menghindari Jurnal Predator, di antaranya:

  • Periksa penulisan dan tata bahasa di archive situs jurnal tersebut; banyaknya kesalahan typo pada paper bisa menjadi indikator adanya penipuan.
  • Pastikan proses peer review dan biaya publikasi tercantum dengan jelas di website jurnal.
  • Cek apakah jurnal terindeks di database kredibel seperti WOS atau SCImago.
  • Verifikasi keanggotaan jurnal di organisasi etika publikasi seperti COPE, DOAJ, atau OASPA.
  • Manfaatkan alat bantu seperti Think. Check. Submit. untuk menilai kredibilitas jurnal.

Jurnal predator merupakan ancaman nyata bagi dunia akademik karena dapat menggerus kepercayaan publik terhadap publikasi ilmiah. Oleh sebab itu, penting bagi dosen dan peneliti untuk bersikap kritis, teliti, dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia guna memastikan jurnal yang dituju benar-benar bereputasi. Dengan begitu, integritas ilmiah tetap terjaga, dan upaya riset yang dilakukan dapat memberikan kontribusi nyata bagi ilmu pengetahuan.

Referensi:
Elmore SA, Weston EH. Predatory Journals: What They Are and How to Avoid Them. Toxicologic Pathology. 2020; 48 (4):607-610. doi:10.1177/ 0192623320920209

Artikel Selengkapnya...

Kekuatan Sebuah Konsistensi: Dari Satu Paragraf Menuju Sebuah Karya Tulis Ilmiah

Setiap orang yang pernah memulai perjalanan menulis, meneliti, atau mengejar karir akademik pasti pernah merasa insecured yang diakibatkan karena besarnya tujuan akhir yang ingin dicapai yakni menyelesaikan sebuah paper, tesis, atau bahkan buku atau karya tulis ilmiah. Namun, ada hal sederhana yang perlu untuk terus kita ingat yakni konsistensi kecil dapat menghasilkan dampak besar.

Secara perhitungan matematis: 1.01^365 = 37.783. Angka ini bukan sekadar perhitungan, melainkan simbol sebuah kekuatan persistensi yakni peningkatan kecil yang terus terakumulasi setiap hari. Jika kita menaikkan usaha 1% saja setiap hari, maka dalam waktu satu tahun kita akan mendapatkan hasil 37 kali lipat lebih baik dibandingkan saat kita memulai sesuatu. Sebaliknya, jika kita tidak melakukan apa-apa, atau malah sedikit demi sedikit mundur dan inkonsisten, hasil akhirnya bisa sangat jauh dari yang kita harapkan.


Dapat kita bayangkan, jika seandainya kita dapat menulis satu paragraf saja per hari. Tidak perlu kalimat yang sempurna. Tidak perlu panjang. Hanya satu paragraf saja. Maka dalam satu tahun, kita akan memiliki lebih dari 365 paragraf—jumlah yang cukup untuk menghasilkan lebih dari satu karya tulis ilmiah. Bahkan jika sebagian besar dari paragraf-paragraf itu nantinya perlu diedit ulang, kita tetap sudah punya “bahan mentah” untuk kemudian dipoles dan diperbaiki. Dibandingkan hanya dengan menunggu “inspirasi” atau adanya momen "good mood" untuk memulai menulis, tindakan kecil ini apabila dilakukan setiap hari akan jauh lebih berharga.


Pelajaran yang dapat kita petik dari “profound quote” ini adalah: kemajuan kecil lebih baik daripada tidak ada kemajuan sama sekali. Dalam dunia akademis, di mana pressure/ tekanan dan beban kerja sering kali membuat kita menunda untuk menulis, maka filosofi "satu paragraf sehari" adalah bentuk perlawanan terhadap rasa malas dan sikap perfeksionisme yang dapat melumpuhkan kreatifitas. Seneca, pernah mengatakan: "While we wait for life, life passes." ketika kita menunggu waktu ideal untuk mulai, maka kesempatan pun akan berlalu.


Maka, mari kita mulai hari ini, bukan besok, bukan minggu depan. Tulislah satu paragraf. Catat satu ide. Baca satu halaman. Jadikan itu kebiasaan. Karena pada akhirnya, keberhasilan bukan milik mereka yang bergerak cepat sesekali, tetapi milik mereka yang melangkah kecil namun konsisten setiap hari.


Seperti kata yang tertera dalam ilustrasi gambar di atas: Be persistent. Jadilah pribadi yang gigih. Karena dari kegigihan itulah, InsyaAllah akan lahir karya-karya besar.

 

Artikel Selengkapnya...
 
Copyright (c) 2025 |Dr. Rudiyanto, SP., M.Si.|Associate Researcher at Research Center for Applied Botany BRIN, Indonesia