Di negeri +62 ini,
keajaiban bukan cuma ada di sinetron atau iklan sirup marjan. Di depan warteg,
hal-hal tak lazim kerap terjadi tiap hari. Bayangkan: pemilik warteg yang mesti
bangun jam 4 pagi (subuh), muka masih kucel & masih nempel bantal, harus langsung
meluncur ke pasar demi dapet cabe rawit segar yang harganya kayak harga saham
gorengan & koin crypto micin -naik turun ndak karuan-.
Sesampainya di rumah, si ibu warteg belum sempat leyeh-leyeh ngopi, langsung
harus goreng tempe, tumis kangkung, nyiapin ayam kecap, dan ngepel lantai
sambil mikirin harga gas elpiji yang mulai langka. Semua itu demi dapetin cuan yang
hanya Rp 500 perak dari sepotong gorengan yang dia jual. Itu
pun belum termasuk risiko gorengan gak laku, atau pelanggan cuma pesen nasi doing
tanpa lauk.
Tapi, di pojokan warteg, duduklah dia: Sang Tukang Parkir.
Tanpa harus menggoreng, tanpa harus menumis, tanpa harus kecipratan minyak goring
panas. Cuma bermodal rompi neon, kursi plastik, dan gesture tangan penuh
wibawa: “Minggir dikit, Bang… dikit lagi… nah pas!” Lalu “prak!” tangan kanan
minta Rp 2.000
Bro… dari mana rumus ekonomi ini berasal?
Si ibu warteg ngitung tiap sendok sayur biar pas margin-nya. Sementara si tukang
parkir, dalam hitungan menit, bisa dapet cuan 4x lipat dari gorengan Ibu warteg.
Kalau diseriusin, ini udah kayak perbandingan antara nelayan yang mancing
seharian dapet dua ikan, sama orang yang tinggal ambil ikan di pelelangan ikan
pinggir pantai.
Dan yang lebih ngenes lagi, semua ketidakadilan ini diterima begitu saja
oleh masyarakat dengan penuh legowo. Gak ada yang demo, gak ada yang nuntut
audit rompi tukang parkir. Malah kadang pelanggan lebih takut sama tukang parkir
daripada sama satpam BCA, karena saking galaknya.
Sehingga kemudian timbul pertanyaan di benak saya, kira-kira “Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” itu, letaknya di mana ya? Apakah di
belakang warteg? Di balik etalase gorengan? Atau masih ngantri di kantor
kelurahan?
Tapi ya sudahlah, beginilah hidup di negeri penuh kreatifitas. Kadang kita
kerja keras, kadang kita kerja cerdas, kadang kita cuma butuh... parkir.
Yang penting, jangan lupa bayar gorengan. Dan jangan lupa bayar tukang parkir
seikhlasnya walaupun sulit banget untuk ikhlas. Tapi plis, minimal senyumin
juga si Ibu warteg. Soalnya dia yang bikin kamu tetap bisa makan murah,
kenyang, dan penuh rasa... meski belum tentu ada “Keadilan”.