Menjadi Ikan Besar di Kolam yang Kecil atau Menjadi Ikan Kecil di Kolam yang Besar?

Dr. Rudiyanto, SP., M.Si
0

Dalam perjalanan hidup, seringkali kita dihadapkan pada dilemma, bukan soal benar atau salah, tetapi soal arah dan tujuan hidup. Salah satu perumpamaan yang dapat menggambarkan pilihan dalam hidup dan karier tersebut adalah: “Apakah lebih baik menjadi ikan besar di kolam yang kecil, atau menjadi ikan kecil di kolam yang besar?” Perumpamaan ini terdengar simpel, namun menyimpan dimensi psikologis, sosial, dan sikap profesional yang cukup kompleks. Pilihan setiap orang berbeda-beda, dan setiap jalur memiliki tantangan tersendiri.

Kolam Kecil dan Kepemimpinan

Menjadi ikan besar di kolam kecil berarti berada di lingkungan yang lebih sempit, tapi dengan peluang untuk menonjol, memimpin, dan memberi dampak langsung yang lebih besar. Dalam konteks dunia akademik, hal ini tercermin pada dosen atau peneliti yang memilih berkarya di perguruan tinggi di daerah, bukan karena tidak mampu bersaing di kampus-kampus ternama, tetapi karena merasa di sana mereka bisa tumbuh dan berkontribusi lebih nyata.

Fenomena ini dikenal dengan istilah Big‑Fish‑Little‑Pond Effect (BFLPE). Menurut Marsh & Parker (1984), individu akan memiliki self-concept akademik yang lebih tinggi saat berada di lingkungan dengan tingkat kompetisi yang lebih rendah, dibandingkan dengan jika mereka berada di lingkungan kompetitif dengan standar tinggi, di mana mereka hanya akan menjadi "ikan kecil" di lingkungan tersebut (Marsh & Parker, 1984).

Penelitian Marsh & Hau (2003) yang dilakukan di 26 negara menemukan bahwa BFLPE ternyata bersifat lintas budaya dan mempengaruhi persepsi diri para responden secara konsisten. Ini menunjukkan bahwa berada di lingkungan di mana seseorang merasa mampu bersinar dapat membangun rasa percaya diri dan meningkatkan motivasi (PubMed, 2003).

Namun tentu saja, kolam kecil memiliki keterbatasan. Fasilitas bisa terbatas, akses terhadap kolaborasi akademik mungkin kurang, dan eksistensi di tingkat nasional atau internasional juga tidak optimal. Tapi dalam banyak kasus, di sanalah orang menemukan makna dan ruang untuk berkembang dengan tanpa harus mendapatkan tekanan yang tinggi.

Kolam Besar dan Tantangan Kompetisi

Di sisi lain, menjadi ikan kecil di kolam besar membuka peluang yang tidak dimiliki ketika berada di kolam kecil. Lingkungan kolaboratif berkelas dunia, fasilitas penelitian mutakhir, serta jejaring luas lintas institusi. Bagi sebagian orang, tantangan ini justru dapat memacu pertumbuhan diri secara eksponensial.

Namun, kolam besar juga membawa risiko yakni perasaan tersisih, kehilangan arah, atau terjebak dalam tekanan psikologis karena standar yang sangat tinggi. Dalam konteks ini, muncul efek lain yang disebut “Frog Pond Effect” di mana individu merasa kurang kompeten meskipun sebenarnya mereka berada di level yang tinggi, hanya karena perbandingan sosial dengan rekan-rekan di sekitarnya (Elsner & Isphording, 2015).

Bagi mereka yang belum siap mental dan kompetensinya, lingkungan seperti ini bisa memicu imposter syndrome (perasaan bahwa kita tidak pantas berada di sana), meskipun secara objektif kemampuannya dirasa cukup layak. Studi dari Academy of Management Journal (Katila et al., 2022) menunjukkan bahwa masuk ke lingkungan besar yang tidak sesuai dengan kesiapan individu bisa berdampak negatif terhadap kepercayaan diri dan performa kinerja seseorang (Katila et al., 2022).

Refleksi, Perlunya Mengukur Diri Sebelum Masuk ke Laut Lepas

Pilihan antara kolam kecil atau besar sebenarnya adalah panggilan untuk mengenali kapasitas dan kesiapan yang ada pada diri kita sendiri. Mengenal diri, baik dalam hal kompetensi, kesiapan mental, maupun visi hidup, adalah langkah penting sebelum terjun ke medan yang jauh lebih luas. Tidak semua orang siap berenang di laut lepas yang penuh dengan ikan hiu dan paus orca, sebelum mereka benar-benar terlatih mengarungi kolam yang lebih kecil.

Sebaliknya, tidak sedikit yang memilih untuk bertumbuh di kolam kecil terlebih dahulu, membangun pondasi kuat, sebelum nantinya berani menjajal kolam yang lebih besar atau bahkan masuk ke samudera yang luas.

Berenang di Jalur Sendiri

Akhirnya, pilihan antara kolam kecil dan besar bukan soal lebih baik atau lebih buruk, tetapi soal kesiapan dan arah hidup. Menjadi ikan besar di kolam kecil bukan berarti rendah hati, dan menjadi ikan kecil di kolam besar bukan berarti tidak berdaya. Keduanya bisa menjadi jalan sukses yang sah, selama dijalani dengan kesadaran penuh.

Yang penting adalah jangan sembarangan menyelam ke laut lepas hanya karena melihat orang lain mampu berenang dengan hebat. Seperti kata pepatah:
“Jangan menyelam ke laut kalau baru bisa berenang di kolam anak-anak.”
Ukur dirimu, kenali kekuatanmu, dan berenanglah dengan percaya diri di kolam yang sesuai dengan tahap pertumbuhanmu. Karena dalam setiap kolam, baik besar atau kecil, selalu ada peluang untuk belajar, bertumbuh, dan memberi dampak.

Referensi:
  • Marsh, H.W., & Parker, J.W. (1984). Determinants of student self-concept: Is it better to be a relatively large fish in a small pond even if you don’t learn to swim as well?
  • Marsh, H.W., & Hau, K.T. (2003). Big-fish–little-pond effect across 26 countries. Journal of Educational Psychology, 95(3), 593–603.
  • Elsner, B., & Isphording, I.E. (2015). A Big Fish in a Small Pond: Ability Rank and Human Capital Investment. IZA Discussion Paper.
  • Katila, R., Chen, E.L., & Piezunka, H. (2022). Reputation versus identity: The dynamics of strategic position in competitive fields. Academy of Management Journal, 65(1), 33-61.
  • MDPI Behavioral Sciences (2023). Perceived Overqualification, Career Aspirations and Motivation at Work.
  • Wikipedia (2024). Big-fish–little-pond effect, Frog Pond Effect

Post a Comment

0 Comments

Post a Comment (0)
3/related/default