Innocence dan Kebaikan Hati Seorang Anak Adam

Posted on
  • Tuesday, July 1, 2025
  • by
  • in
  • Label: ,
  • "Innocent People Are Not Stupid, They Just Think Everyone Has A Good Heart." 

    Perkataan ini memuat makna yang mendalam tentang kepolosan dan cara kita memandang keluguan orang lain. Dalam realitas sosial, sering kali kepolosan disalahartikan sebagai kelemahan atau bahkan kebodohan. Padahal, kepolosan bukan berarti seseorang tidak cerdas atau tidak mampu membaca situasi. Kepolosan adalah sebuah pilihan sikap, pilihan untuk tetap memandang dunia dengan harapan dan keyakinan bahwa setiap orang pada dasarnya menyimpan kebaikan dalam dirinya.

    Di zaman ini, di mana dunia digital mendominasi ruang interaksi kita, pesan ini menjadi sangat relevan. Tren media sosial akhir-akhir ini diwarnai maraknya kasus penipuan online, mulai dari investasi bodong, pinjaman online ilegal, hingga donasi palsu yang mengatasnamakan kemanusiaan. Ironisnya, korban dari praktik-praktik ini sering kali adalah orang-orang berhati baik yang ingin membantu atau berbagi. Mereka bukan tidak cerdas, mereka hanyalah percaya bahwa yang menghubungi mereka benar-benar tulus dan jujur.

    Fenomena ini menguji nilai ketulusan hidup kita di dunia. Di satu sisi, Islam memerintahkan kita untuk selalu berprasangka baik. Dalam Al-Qur’an, Allah -Subhanahu wa ta'ala- berfirman:
    "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain..." (QS. Al-Hujurat: 12)
    Ayat ini menegaskan bahwa Islam mengajarkan kita agar tetap menjaga prasangka baik terhadap sesama. Kepolosan yang berangkat dari husnuzan adalah bentuk kebaikan hati dan kesucian jiwa. Selain itu, Rasulullah -Shallallahu ’alaihi wasallam- bersabda:
    "Barangsiapa tidak menyayangi manusia, maka Allah tidak akan menyayanginya." (HR. Bukhari dan Muslim)
    Hadits ini mengingatkan bahwa kasih sayang dan kepolosan dalam memandang sesama manusia adalah jalan meraih kasih sayang Allah -Subhanahu wa ta'ala- . Namun, di sisi lain, Islam juga mengajarkan agar kita berhati-hati dan tidak mudah tertipu. Dalam sebuah hadits, Rasulullah -Shallallahu ’alaihi wasallam- bersabda:
    "Seorang mukmin tidak akan disengat dari lubang yang sama dua kali." (HR. Bukhari dan Muslim)
    Hadits ini menegaskan pentingnya kewaspadaan, agar kepolosan tidak menjadi celah bagi orang lain untuk berbuat zalim kepada kita.

    Ilustrasi ini menunjukkan betapa kepolosan dan kebaikan hati kini diuji di era yang serba terkoneksi namun penuh dengan “Jebakan”. Kepolosan hari ini tidak berarti seseorang tidak paham teknologi atau mudah diperdaya, tetapi justru mencerminkan keberanian moral untuk tetap berharap dan berbuat baik di tengah risiko ditipu atau dimanfaatkan.

    Dalam masyarakat yang penuh kecurigaan, orang-orang polos adalah pengingat bahwa dunia ini tetap membutuhkan optimisme dan kasih sayang. Sayangnya, tren-tren negatif di ruang digital justru menantang nilai-nilai ini. Kita dihadapkan pada dilema: bagaimana tetap menjadi pribadi yang percaya akan kebaikan tanpa menjadi korban dari mereka yang beritikad buruk?

    Di sinilah pentingnya menyeimbangkan kepolosan dengan kewaspadaan. Kepolosan bukan berarti menutup mata terhadap realita, tetapi mengajarkan kita untuk tetap melihat potensi baik orang lain, sambil melindungi diri dengan pengetahuan dan sikap kritis. Dunia tidak membutuhkan lebih banyak orang yang sinis, tetapi orang-orang yang bijak dalam berprasangka baik.

    Kepolosan adalah kekuatan, bukan kelemahan. Di tengah maraknya tren penipuan, hoaks, dan manipulasi di media sosial, biarlah kepolosan tetap menjadi cahaya kecil yang menuntun kita untuk saling percaya, saling menguatkan, tanpa harus menutup mata dari kenyataan bahwa tidak semua orang memiliki hati yang baik.
     
    Copyright (c) 2025 |Dr. Rudiyanto, SP., M.Si.|Associate Researcher at Research Center for Applied Botany BRIN, Indonesia