"Innocent People Are Not Stupid,
They Just Think Everyone Has A Good Heart."
Perkataan ini memuat makna yang
mendalam tentang kepolosan dan cara kita memandang keluguan orang lain. Dalam realitas
sosial, sering kali kepolosan disalahartikan sebagai kelemahan atau bahkan
kebodohan. Padahal, kepolosan bukan berarti seseorang tidak cerdas atau tidak
mampu membaca situasi. Kepolosan adalah sebuah pilihan sikap, pilihan untuk tetap
memandang dunia dengan harapan dan keyakinan bahwa setiap orang pada dasarnya
menyimpan kebaikan dalam dirinya.
Di zaman ini, di mana dunia digital
mendominasi ruang interaksi kita, pesan ini menjadi sangat relevan. Tren media
sosial akhir-akhir ini diwarnai maraknya kasus penipuan online, mulai dari
investasi bodong, pinjaman online ilegal, hingga donasi palsu yang
mengatasnamakan kemanusiaan. Ironisnya, korban dari praktik-praktik ini sering
kali adalah orang-orang berhati baik yang ingin membantu atau berbagi. Mereka
bukan tidak cerdas, mereka hanyalah percaya bahwa yang menghubungi mereka
benar-benar tulus dan jujur.
Fenomena ini menguji nilai ketulusan hidup kita di dunia. Di satu sisi,
Islam memerintahkan kita untuk selalu berprasangka baik. Dalam Al-Qur’an, Allah
-Subhanahu wa ta'ala- berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain..." (QS. Al-Hujurat: 12)
Ayat ini menegaskan bahwa Islam mengajarkan kita agar tetap menjaga
prasangka baik terhadap sesama. Kepolosan yang berangkat dari husnuzan adalah
bentuk kebaikan hati dan kesucian jiwa. Selain itu, Rasulullah -Shallallahu ’alaihi wasallam- bersabda:
"Barangsiapa tidak menyayangi manusia, maka Allah tidak akan menyayanginya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini mengingatkan bahwa kasih sayang dan kepolosan dalam memandang
sesama manusia adalah jalan meraih kasih sayang Allah -Subhanahu wa ta'ala- . Namun,
di sisi lain, Islam juga mengajarkan agar kita berhati-hati dan tidak mudah
tertipu. Dalam sebuah hadits, Rasulullah -Shallallahu ’alaihi wasallam- bersabda:
"Seorang mukmin tidak akan disengat dari lubang yang sama dua kali." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menegaskan pentingnya kewaspadaan, agar kepolosan tidak menjadi
celah bagi orang lain untuk berbuat zalim kepada kita.
Ilustrasi ini
menunjukkan betapa kepolosan dan kebaikan hati kini diuji di era yang serba
terkoneksi namun penuh dengan “Jebakan”.
Kepolosan hari ini tidak berarti seseorang tidak paham teknologi atau mudah
diperdaya, tetapi justru mencerminkan keberanian moral untuk tetap berharap dan
berbuat baik di tengah risiko ditipu atau dimanfaatkan.
Dalam masyarakat yang penuh
kecurigaan, orang-orang polos adalah pengingat bahwa dunia ini tetap
membutuhkan optimisme dan kasih sayang. Sayangnya, tren-tren negatif di ruang
digital justru menantang nilai-nilai ini. Kita dihadapkan pada dilema:
bagaimana tetap menjadi pribadi yang percaya akan kebaikan tanpa menjadi korban
dari mereka yang beritikad buruk?
Di sinilah pentingnya menyeimbangkan
kepolosan dengan kewaspadaan. Kepolosan bukan berarti menutup mata terhadap
realita, tetapi mengajarkan kita untuk tetap melihat potensi baik orang lain,
sambil melindungi diri dengan pengetahuan dan sikap kritis. Dunia tidak
membutuhkan lebih banyak orang yang sinis, tetapi orang-orang yang bijak dalam
berprasangka baik.
Kepolosan adalah kekuatan, bukan
kelemahan. Di tengah maraknya tren penipuan, hoaks, dan manipulasi di media
sosial, biarlah kepolosan tetap menjadi cahaya kecil yang menuntun kita untuk
saling percaya, saling menguatkan, tanpa harus menutup mata dari kenyataan
bahwa tidak semua orang memiliki hati yang baik.