Inovasi Pohon Buatan (Synthetic Tree), Sebuah Langkah Revolusioner untuk Mengatasi Krisis Karbon

Posted on
  • Sunday, July 13, 2025
  • by
  • in
  • Label:
  • Perubahan iklim telah menjadi salah satu tantangan paling mendesak abad ini. Salah satu penyebab utamanya adalah tingginya konsentrasi karbon dioksida (CO₂) di atmosfer akibat aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan deforestasi.

    Upaya untuk mengurangi emisi karbon telah dilakukan melalui berbagai cara, mulai dari penghijauan hingga pengembangan teknologi penangkapan karbon. Namun, pendekatan alami seperti menanam pohon membutuhkan waktu puluhan tahun dan lahan yang sangat luas. Dengan latar belakang ini, sebuah inovasi dari Columbia University hadir dan menjadi sebuah sebagai terobosan baru yakni pengembangan "Pohon Buatan" atau “Synthetic Tree” yang dapat menyerap CO₂ dari atmosfer secara aktif, dengan klaim kecepatan mencapai 1.000 kali lebih cepat dibandingkan dengan pohon alami biasa.

    Apakah Pohon Buatan/ Synthetic Tree Itu?

    Keberadaan pohon buatan/ Synthetic Tree memperlihatkan adanya deretan perangkat berbentuk ventilasi yang besar menyerupai kisi-kisi yang berdiri tegak di tengah gurun/ padang pasir. Alat ini bukanlah tower/ menara alat komunikasi, melainkan teknologi canggih yang dirancang untuk menyerap karbon dari atmosfer. Struktur ini dikenal sebagai Direct Air Capture (DAC), yaitu metode penangkapan karbon secara langsung dari udara bebas menggunakan material penyerap.

    Salah satu ilmuwan yang terlibat dalam pengembangan teknologi ini adalah Prof. Klaus Lackner, beliau merupakan Direktur Center for Negative Carbon Emissions di Arizona State University, yang sebelumnya merupakan peneliti di Columbia University. Dalam penelitiannya, ia memperkenalkan konsep "pohon buatan" yang mampu menyerap CO₂ dengan efisiensi sangat tinggi (Lackner & Brennan, 2009). Dalam model yang dikembangkan, alat ini menggunakan resin berbasis ion exchange yang dapat menangkap CO₂ dari udara kering, dan melepaskannya saat kondisi basah. Proses ini disebut sebagai humidity swing.

    “The artificial tree is a passive device. It stands there and sucks in carbon dioxide from the atmosphere, 1,000 times faster than a real tree.”
    Prof. Klaus Lackner (dalam ASU Center for Negative Carbon Emissions, 2020)

    Keunggulan Teknologi Pohon Buatan/ Synthetic Tree

    Kelebihan utama dari pohon buatan ini adalah kemampuannya menyerap CO₂ tanpa perlu energi eksternal yang besar, dan bisa bekerja di berbagai kondisi geografis. Satu unit pohon buatan diperkirakan mampu menyerap sekitar 1 ton CO₂ per hari, tergantung pada ukuran dan efisiensi dari sistemnya (Lackner & Brennan, 2009).

    Pohon alami, meskipun sangat penting bagi ekosistem, memiliki keterbatasan. Satu pohon dewasa rata-rata menyerap hanya 22 kg CO₂ per tahun (U.S. Environmental Protection Agency [EPA], 2023). Dibandingkan dengan pohon alami itu, satu pohon buatan dapat menyerap karbon setara dengan ribuan pohon alami dalam setahun.

    Pohon Buatan Bukan Pengganti, Tetapi Pelengkap

    Meskipun potensinya luar biasa, teknologi ini bukanlah pengganti pohon alami. Pohon hidup menyediakan berbagai manfaat ekologis lain seperti keanekaragaman hayati, produksi oksigen, pengendalian air dan erosi tanah, serta kesejukan mikroklimat. Oleh karena itu, pendekatan teknologi seperti ini harus digunakan sebagai pelengkap dalam upaya konservasi alam, bukan sebagai justifikasi untuk mengabaikan penghijauan.

    Tantangan dan Masa Depan

    Salah satu tantangan utama dari pohon buatan adalah biaya produksi yang tinggi dan biaya pemeliharaanya. Namun, dengan semakin berkembangnya teknologi material dan energi terbarukan, biaya tersebut diperkirakan akan menurun dalam waktu dekat. Selain itu, integrasi dengan sistem penyimpanan karbon bawah tanah (carbon sequestration) atau pemanfaatan ulang karbon (carbon recycling) menjadi fokus riset selanjutnya (National Geographic, 2021). Jika digunakan secara luas dan bijak, inovasi seperti ini bisa menjadi bagian penting dari strategi menuju net-zero emissions secara global.

    Referensi:
    • Arizona State University Center for Negative Carbon Emissions. (2020). Direct air capture research. https://sustainability-innovation.asu.edu/negative-carbon-emissions/
    • Lackner, K. S., & Brennan, S. (2009). The urgency of the development of CO₂ capture from ambient air. Proceedings of the National Academy of Sciences, 106(29), 11853–11857. https://doi.org/10.1073/pnas.0903729106
    • National Geographic. (2021). Can we suck carbon dioxide out of the air? https://www.nationalgeographic.com/environment/article/can-we-suck-carbon-dioxide-out-of-the-air
    • United States Environmental Protection Agency. (2023). Greenhouse gas equivalencies calculator. https://www.epa.gov/energy/greenhouse-gas-equivalencies-calculator
     
    Copyright (c) 2025 |Dr. Rudiyanto, SP., M.Si.|Associate Researcher at Research Center for Applied Botany BRIN, Indonesia