Dialog Singkat dengan Muhammad Sa’id As-Tsaqif

Posted on
  • Sunday, July 13, 2025
  • by
  • in
  • Label: ,
  • Satu gambar sejuta makna: sebuah disket tua dan sebuah memori card mungil berdiri berdampingan. Keduanya tergambar layaknya seorang ayah dan anak yang sedang bergandengan tangan. Di bawahnya tertulis kalimat yang sangat mendalam: “Build a world where your children are stronger than you ever were.” Sebuah harapan universal yang dititipkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

    Gambar itu mengingatkan saya pada sebuah dialog singkat yang terjadi beberapa tahun silam. Sebuah kenangan manis bersama anak laki-laki saya, Muhammad Sa’id As-Tsaqif. Keberadaan namanya adalah untain doa untuknya. Muhammad berarti orang yang terpuji, Sa’id berarti bahagia dan ceria, sementara As-Tsaqif merujuk pada seseorang yang cerdas, pandai, dan terdidik. Doa yang saya sematkan dalam nama itu adalah sebuah harapan panjang, agar dia tumbuh menjadi pribadi yang tidak hanya baik akhlaknya, tapi juga cerdas dan membahagiakan bagi sekelilingnya.

    Pada suatu pagi, saya sempat berdialog singkat denganya yang saat itu baru berusia 2,5 tahun, dalam keisengan seorang ayah:
    “Nak,...entah suatu saat nanti engkau menjadi Ulama' kah, menjadi ilmuwan kah, atau menjadi pengusaha yang sukses kah? Abi berharap,...suatu saat nanti, kamu bisa lebih hebat dari abi saat ini
    Tanggapannya? Sebuah tawa kecil & polos: “Heh...??? heh... ??? Abi... endong...”

    Seketika imajinasi saya terhenti oleh kepolosannya. Ia hanya ingin digendong. Ia belum memahami dunia yang ingin saya wariskan padanya. Tapi justru dari jawaban itu, saya belajar bahwa cinta, perhatian, dan kehadiran adalah hal pertama yang dibutuhkan anak-anak sebelum mereka bisa menggapai bintang.

    Waktu berjalan begitu cepat. Kini, Sa’id sudah tumbuh lebih besar. Ia belajar mandiri di Pondok Tsanawiyah ICBB. Ia telah hafal lima juz Al-Qur'an, sebuah pencapaian yang jujur saja, tak mampu saya capai di usia yang sama. Saya tertegun, merasa takjub, dan di saat yang sama juga merasa malu pada diri sendiri. Ia telah menapak lebih jauh dari jejak yang dulu pernah saya buat.

    Saya sadar bahwa mungkin bukan kita yang akan memperbaiki kondisi bangsa, menyembuhkan luka umat, atau mengembalikan kejayaan peradaban. Mungkin bukan kita. Tapi bisa jadi, merekalah, anak-anak kita, cucu-cucu kita, para junior kita dan para santri kecil yang hari ini belajar mengeja huruf dan menghafal ayat demi ayat yang akan menjadi jawabannya.

    Saya hanyalah disket tua dalam gambar itu: besar, lambat, terbatas kapasitasnya. Tapi saya menggandeng erat Sa’id, sang memori card kecil yang lincah itu. Yang kapasitasnya jauh lebih besar, kecepatannya jauh melampaui saya, dan potensinya menembus batas zaman. Itulah makna warisan sejati: bukan harta, bukan jabatan, tapi visi dan nilai yang melampaui usia.

    Kepada anakku, Muhammad Sa’id As-Tsaqif: My dearest son, you are my joy, and in you, I find my endless pride. Dan jika suatu hari nanti engkau menjadi lebih besar, lebih kuat, lebih saleh, dan lebih cerdas dari Abi, maka itulah kemenangan yang paling hakiki dalam hidup Abi.

    Mari kita semua membangun dunia di mana anak-anak kita bisa tumbuh lebih kuat dari diri kita sendiri. Di mana kita menjadi tanah yang subur, agar mereka bisa menjadi pohon yang rindang. Di mana kita menjadi disket tua yang mampu menggandeng memori card kecil untuk masa depan.
     
    Copyright (c) 2025 |Dr. Rudiyanto, SP., M.Si.|Associate Researcher at Research Center for Applied Botany BRIN, Indonesia