Di lembar publikasi ilmiah, skripsi maupun laporan PKL, angka-angka sering tampak diam dan tak bersuara. Tapi bagi seorang peneliti, deret angka itu adalah bahasa yang menyiratkan sebuah makna. Mereka bisa mengungkapkan sebuah ketelitian, konsistensi, bahkan kejujuran seorang mahasiswa dalam melakukan pengamatan dan merekap data di laboratorium kultur jaringan tanaman. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa, pembimbing mungkin tidak mengawasi keseluruhan jalannya riset. Namun dibalik rekap data dan angka statistik terungkap hasil riset yang merepresentasikan sebuah “performa kinerja”, tiga angka sederhana ini dapat menjadi penanda sebuah integritas ilmiah: standard deviasi (sd), standard error (se), dan coefficient of variation (cv).
Standard Deviasi, Nafas Realitas Biologis
Kultur jaringan tanaman adalah dunia yang menuntut sebuah kesabaran. Setiap eksplan (potongan kecil jaringan daun, batang, atau tunas) memiliki “sifat” biologis tersendiri. Dalam satu botol, satu tunas bisa tumbuh sangat cepat, sementara tunas yang lain hanya stuck, lambat tumbuh atau bahkan malah membentuk kalus. Nah, standard deviasi (sd) mencatat semua perbedaan itu.
Secara sederhana, sd menunjukkan seberapa besar penyebaran data terhadap rata-rata. Jika tinggi tunas eksplan hasil perlakuan memiliki sd kecil (misal ±0,2 cm), artinya pertumbuhannya relatif seragam, kondisi laboratorium stabil, dan teknik pengerjaanya rapi. Tapi jika nilai sd-nya besar (misal ±3 cm), berarti ada sesuatu yang tidak terkendali, bisa jadi eksplan awal tidak seragam, umur fisiologis tidak sama, atau pencahayaan lampu LED tidak merata.
sd, dengan kata lain, adalah napas dari realitas biologis. Ia merekam seberapa “hidup” dan alami data itu terbentuk. Tanpa sd, angka rata-rata hanyalah wajah tanpa ekspresi.
Standard Error: Seberapa Yakin Kita terhadap Rata-rata?
Berbeda dengan sd yang bercerita tentang variasi antarindividu, standard error (se) berbicara tentang seberapa tepat rata-rata yang kita hitung itu mewakili kondisi riil percobaan. Rumusnya sederhana yakni nilai sd dibagi akar dari jumlah ulangan (√n). Dengan demikian, maka dengan semakin banyak kita melakukan ulangan, semakin kecil nilai se-nya, dan semakin yakin bahwa nilai rata-rata itu bukanlah sebuah kebetulan.
Dalam percobaan kultur jaringan, beberapa peneliti sering menulis hasil percobaannya seperti ini: tinggi tunas rata-rata 2,3 ± 0,1 cm. Nah, angka “0,1” itu bisa sd atau juga nilai se tergantung footnote yang tertulis di bawah tabel hasil penelitian. Memahami perbedaan keduanya sangatlah penting. sd menggambarkan variasi nyata antar botol atau eksplan. Sedangkan se menggambarkan seberapa yakin rata-rata itu bisa mewakili populasi. Jika tidak disebutkan dengan jelas, pembaca, termasuk juga editor jurnal, akan menaruh curiga. Apakah sebenarnya penulis memahami perbedaan keduanya? Ataukah hanya sekadar nilai rata-rata ditambah “±” agar terkesan terlihat ilmiah?
Coefficient of Variation: Mengukur Ketertiban Relatif
Ada satu lagi ukuran yang sering diabaikan, padahal angka ini sangat berguna yakni koefisien variasi (cv). Nilainya didapat dari menghitung rumus: nilai sd dibagi rata-rata, kemudian dikalikan 100%. Nilai cv ini menunjukkan seberapa besar variasi relatif terhadap nilai rata-rata.
Dalam percobaan kultur jaringan tanaman, cv menjadi semacam “indikator stabilitas”. cv kecil berarti hasil relatif seragam, cv besar menunjukkan variasi tinggi. Misalnya, jika tinggi tunas rata-rata 2 cm dengan sd 0,2 cm, dengan cv 10%, maka data itu sangat baik. Akan tetapi jika sd-nya 1 cm, kemudian nilai cv-nya melonjak menjadi 50%, maka berarti hasil pengamatan antar eksplan sangat tidak stabil.
Dalam karya tulis ilmiah, nilai cv yang terlalu tinggi (misal di atas 40%) biasanya membuat editor mengernyitkan dahi. Apakah kultur benar-benar dikontrol dengan baik? Apakah media atau hormon diberikan secara konsisten? Atau jangan-jangan ada kesalahan teknis yang belum disadari?
Ketika Statistik Menjadi “Detektor Integritas Ilmiah”
Para pembimbing, terutama di bidang bioteknologi tanaman, sering menjadikan nilai sd, se, dan cv sebagai “clue” tersembunyi untuk menilai kualitas dan integritas sebuah penelitian mahasiswa.
Misalnya, sd yang terlalu kecil di eksperimen laboratorium kultur jaringan (semua nilai sama persis, seperti 2,00 ± 0,00 cm). Secara statistik, ini nyaris mustahil terjadi. Eksplan tidak akan pernah bereaksi seragam di dunia nyata. Maka pembimbing pun akan curiga: apakah data benar-benar diambil dari pengamatan riil, atau hanya angka hasil rekayasa?
Begitu pula dengan nilai se yang terlalu kecil, bahkan tanpa menyebut jumlah ulangan (n). Ini seperti menampilkan keyakinan tinggi tanpa dasar yang jelas. Bagi pembimbing berpengalaman, itu tanda “red flag” dari kinerja mahasiswa.
Dan bila cv seluruh perlakuan sama persis, apalagi dalam eksperimen faktorial yang kompleks, alarm akan berbunyi lebih keras. Tak ada kehidupan biologis tanaman dalam botol yang seindah itu. Alam punya variasi dan kejujuran ilmiah justru lahir dari keberanian untuk menampilkan data dengan apa adanya.
Ketika Angka Menjaga Nurani
Dalam laboratorium kultur jaringan, kejujuran sering diuji dalam bentuk data hasil eksperimen: Terkadang satu clump kalus gagal berploriferasi, beberapa botol terkontaminasi, satu data “tidak sesuai dengan teori dan hypotesa.” Tapi di situlah integritas kita diuji. Standard deviasi, standard error, dan cv adalah cermin nurani. Mereka tidak hanya berbicara kepada editor, tetapi juga kepada diri peneliti itu sendiri. Mereka menegaskan bahwa sains bukan tentang kesempurnaan angka, melainkan tentang ketulusan dalam melaporkan hasil riset yang sesuai.
Ilmu pengetahuan tidak berkembang karena data yang indah, tapi karena keberanian untuk melaporkan data apa adanya. Dalam setiap tabel hasil kultur jaringan, di setiap simbol “±” yang kita tulis, tersimpan kejujuran ilmiah. Standard deviasi mengajarkan kita menerima variasi. Standard error mengingatkan pentingnya keyakinan yang terukur. Dan coefficient of variation mengajarkan bahwa kestabilan pun perlu konteks yang tepat. Ketiganya, jika dipahami dengan benar, bukan sekadar alat statistik. Mereka adalah bahasa moral dalam sains, sebagai pengingat bahwa di balik angka, masih ada nurani yang perlu dijaga.
