Skema T+2 dalam Transaksi Jual Beli Saham di Bursa Efek, Bagaimana Pandangan Syariat?

Dr. Rudiyanto, SP., M.Si
0

Dalam era digital dan kecepatan transaksi yang terus meningkat, penyederhanaan dan efisiensi dalam sistem keuangan menjadi sebuah keniscayaan. Salah satu bentuk transformasi tersebut adalah implementasi sistem penyelesaian transaksi T+2 di Bursa Efek Indonesia (BEI). Skema ini mempercepat proses penyelesaian dari sebelumnya T+3 menjadi hanya dua hari kerja setelah tanggal transaksi (T+2). Tujuannya adalah untuk meningkatkan likuiditas pasar, mengurangi risiko kredit, dan mempercepat perputaran modal. Namun, di balik kepraktisan tersebut, muncul pula sebuah pertanyaan, bagaimana hukum transaksi ini dalam perspektif syariat Islam?

Secara teknis, sistem ini bekerja dengan cara menempatkan nasabah sebagai pihak yang menginstruksikan order jual atau beli kepada anggota bursa. Pada hari transaksi (T+0), terjadi proses pemadanan order jual dan beli melalui mekanisme pasar yang diatur oleh Bursa Efek Indonesia (IDX). Namun, serah terima dana dan efek baru dilakukan pada hari kedua setelah transaksi (T+2) oleh KPEI dan KSEI selaku lembaga kliring dan penyimpanan. Dengan demikian, pada hari dilakukannya akad jual beli, para pihak belum menerima maupun menyerahkan barang secara langsung. Lantas apakah ini sesuai dengan kaidah jual beli dalam dalam syariat Islam?

Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ menjelaskan bahwa syarat sahnya jual beli adalah barang yang diperjualbelikan harus telah dimiliki dan dapat diserahterimakan oleh penjual. Pendapat ini sejalan dengan hadits Nabi Muhammad -shollallahu alaih wasallam-:
"Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak kamu miliki." (HR. Abu Dawud, no. 3503)
Hadits ini menjadi rujukan utama dalam larangan menjual barang yang belum berada dalam kepemilikan atau kontrol pembeli atau penjual secara sah. Dalam konteks T+2, ketika investor retail menjual saham, dalam banyak kasus mereka tidak benar-benar telah menerima efek tersebut secara sah di rekening efek mereka hingga dua hari kemudian. Maka timbul risiko adanya transaksi fiktif atau spekulatif yang sebenarnya belum memenuhi rukun dan syarat jual beli menurut syariat.

Sebagian ulama kontemporer seperti Syaikh Dr. Muhammad ibn Sa'ad al-'Ushaimi juga menyoroti praktik perdagangan saham dalam transaksi digital ini. Menurut beliau, jual beli saham diperbolehkan selama memenuhi beberapa syarat: saham adalah milik sah penjual, bukan saham haram (misalnya perusahaan riba), dan tidak mengandung unsur spekulasi berlebihan. Bila jual beli dilakukan tanpa kepemilikan riil, maka menurutnya itu termasuk bai' ma la yamlik, jual beli atas sesuatu yang belum dimiliki, yang jelas dilarang.

Namun, di sisi lain, terdapat pendapat/ ijtihad lain dalam kalangan ulama fikih muamalah kontemporer. Dewan Syariah Nasional-MUI dalam fatwanya tentang jual beli saham memberikan ruang atas kebolehan selama transaksi tersebut memenuhi prinsip syariah: tidak mengandung gharar (ketidakjelasan), maisir (judi), dan riba. Dengan catatan, jika investor menjual saham yang memang sudah menjadi miliknya dan tercatat dalam rekening efek atas namanya, meskipun serah terima fisik efek terjadi dua hari kemudian, maka akad jual belinya masih dianggap sah.

Inilah wilayah abu-abu yang perlu dikaji lebih dalam. Secara sistem, penyelesaian T+2 adalah adaptasi terhadap kebutuhan efisiensi pasar. Tetapi sebagai Muslim yang terlibat dalam pasar modal, kewaspadaan terhadap aspek kehalalan transaksi tetap menjadi prioritas. Solusi jangka panjangnya adalah dengan mengedepankan edukasi kepada investor retail mengenai pentingnya menjual efek yang sudah sah dimiliki secara penuh, serta mendorong regulator agar menyediakan skema transaksi yang lebih akomodatif terhadap prinsip-prinsip syariah.

Dengan demikian, kemajuan dalam sistem keuangan tidak semestinya bertentangan dengan prinsip keadilan dan kejelasan dalam syariat Islam. Justru harus menjadi momentum untuk melahirkan inovasi keuangan yang inklusif, efisien, dan tetap berlandaskan etika serta nilai-nilai keadilan yang diajarkan oleh agama.

Post a Comment

0 Comments

Post a Comment (0)

#buttons=(Ok, Setuju!) #days=(20)

Blog www.rudiyanto.net menggunakan cookies pada browser anda Cek Sekarang
Ok, Go it!