Ada sebuah ungkapan yang menarik dari Louis Pasteur yang mengatakan “Chance favors the prepared mind.” Ungkapan tersebut menyiratkan bahwa sebuah keberuntungan cenderung berpihak kepada individu yang memiliki kesiapan. Dalam konteks kekinian, hal itu terlihat dari sejauh mana manusia dapat berperan aktif untuk menciptakan “keberuntungannya” sendiri?
Alisa Cohn, seorang coach dan juga penulis di majalah Forbes, mengemukakan bahwa serendipity tidaklah semata dapat dipahami sebagai “keberuntungan” yang bersifat acak. Menurutnya, serendipity dapat diusahakan, dibentuk, dan bahkan dipelihara melalui pengembangan sikap yang terbuka, keberanian untuk mengeksplorasi hal-hal baru, serta kesediaan membangun dan memelihara hubungan relasi-sosial dengan pihak lain.
Membuka Percakapan dapat Membuka Jalan
Cohn memberikan contoh bahwa “ Sebuah peluang” dapat berawal dari interaksi sederhana, seperti percakapan dengan “orang asing” di sela-sela seminar dan forum diskusi. Sebuah sapaan singkat di food court, obrolan ringan di dalam lift atau ruang lobby bisa menjadi titik masuk menuju kesempatan baru yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan. Sejumlah kisah mengenai kolaborasi riset ilmiah maupun kemitraan bisnis seseorang dimulai dari percakapan-percakapan kecil semacam itu yang dapat menjadi katalis bagi terciptanya jalan baru dalam kehidupan karir profesional maupun akademik seseorang.
Keluar dari Zona Nyaman
Konsep serendipity juga memiliki keterkaitan erat dengan keberanian seseorang untuk keluar dari zona nyaman. Secara umum, manusia cenderung merasa aman dalam rutinitas yang melibatkan lingkungan, interaksi sosial, dan topik pembicaraan yang relatif sama. Namun, berbagai penelitian menunjukkan bahwa perubahan kecil dalam pola keseharian, seperti menghadiri forum di luar bidang keahlian, mencoba aktivitas baru, atau bahkan memilih rute berbeda menuju tempat kerja, dapat membuka kemungkinan munculnya pengalaman tak terduga yang bersifat konstruktif. Dengan demikian, keterbukaan terhadap hal-hal baru dapat dipandang sebagai salah satu prasyarat terciptanya “serendipity”.
Menjaga Pikiran Tetap Terbuka
Pada titik ini, serendipity dapat dipahami sebagai peristiwa kebeuntungan yang diperoleh ketika individu meresponsnya dengan sebuah kesiapan. Sebuah ide yang pada awalnya tampak sepele kerap mengandung potensi yang signifikan apabila ditangkap dan dikembangkan secara tepat. Oleh karena itu, kesediaan untuk mendengar, mencatat, serta mengolah informasi baru menjadi modal utama dalam memanfaatkan setiap peluang. Christian Busch (2020) menyebut fenomena ini sebagai active luck, yakni bentuk keberuntungan aktif yang muncul dari interaksi antara peristiwa kebetulan dan kesadaran reflektif individu.
Kegagalan Pun Bisa Berbuah “Keberuntungan”
Lebih jauh, Cohn menekankan pentingnya sikap konstruktif terhadap kegagalan. Dalam perspektif inovasi, kegagalan tidak semestinya dipandang sebagai titik akhir, melainkan sebagai proses pembelajaran yang dapat melahirkan temuan baru. Sejarah pengembangan produk Post-it Notes misalnya, yang berawal dari hasil eksperimen yang gagal dari riset adhesif dengan kualitas perekat yang rendah, namun justru bisa menjadi produk yang meledak di pasaran. Dengan demikian, kegagalan dapat dipahami sebagai “potensi” bagi terjadinya serendipity dan munculnya peluang positif yang sebelumnya tidak pernah terduga.
Lingkungan yang Menyuburkan Serendipity
Selain faktor individu, lingkungan juga berperan penting dalam menstimulasi munculnya serendipity. Tom Kelley dari IDEO mengatakan bahwa keberadaan coworking space dapat mendorong interaksi lintas disiplin, yang pada akhirnya dapat memicu lahirnya ide-ide inovatif. Fasilitas seperti meja makan komunal atau area pantry yang terbuka sering kali berfungsi sebagai wadah informal yang memungkinkan pertukaran gagasan secara spontan. Dengan demikian, aspek desain lingkungan kerja dapat dipandang sebagai salah satu determinasi penting bagi terciptanya serendipity dalam konteks organisasi maupun kolaborasi riset.
Menyulam Sebuah Kebetulan Menjadi Jalan Ikhtiar
Pada akhirnya, serendipity tidak dapat direduksi sekadar sebagai peristiwa kebetulan yang terjadi secara acak dan pasif. Sebaliknya, ia merupakan hasil dari kombinasi sikap proaktif, seperti keberanian untuk memulai interaksi, mencoba hal-hal baru, mendengarkan secara terbuka, serta belajar dari kegagalan. Walaupun kejadian tak terduga tidak mungkin sepenuhnya direncanakan, individu maupun organisasi dapat menciptakan kondisi yang kondusif bagi munculnya kejutan konstruktif tersebut. Dengan demikian, serendipity dapat dipahami sebagai sebuah interaksi dinamis antara ketidakterdugaan dan kesiapan individu untuk meresponsnya.
Di era dimana tuntutan pekerjaan dan karir akademik semakin kompetitif, salah satu keterampilan yang relatif jarang mendapat perhatian adalah kemampuan untuk mengelola dan menciptakan kondisi bagi peluang terjadinya serendipity. Keterampilan ini tidak diwujudkan melalui sikap pasif atau kepasrahan, melainkan melalui sika pro-aktif, terbuka, dan responsif terhadap setiap peluang yang muncul. Sebuah percakapan ringan ataupun langkah kecil untuk keluar dari rutinitas keseharian dapat berfungsi sebagai titik awal bagi proses transformasi yang berdampak besar terhadap kehidupan individu maupun perkembangan karier seseorang.
Referensi:
- Busch, C. (2020). The serendipity mindset: The art and science of creating good luck. Penguin Random House.
- Cohn, A. (2021, December 20). 5 surprising ways to make your own serendipity. Forbes. https://www.forbes.com/sites/alisacohn/2021/12/20/5-surprising-ways-to-make-your-own-serendipity/
- Kelley, T., & Kelley, D. (2013). Creative confidence: Unleashing the creative potential within us all. Crown Business.
- Pasteur, L. (1854). Inaugural lecture, University of Lille. [Historical quote often cited in scientific discourse].
- Yong, E. (2024, August 2). The benefits of being spontaneous. TIME Magazine. https://time.com/7005581/how-to-be-more-spontaneous/