Memahami Survivorship Bias, Menyingkap Kesalahan Logika di Tengah Masyarakat

Dr. Rudiyanto, SP., M.Si
0

Survivorship bias merupakan kesalahan logika yang kerap muncul manakala kita hanya melihat “yang selamat/ survive” dan yang teramati kemudian mengabaikan kelompok lain yang hilang dari pengamatan. Ketiadaan informasi tentang yang hilang dan yang tidak ada dalam sampel, dapat menyebabkan kita salah dalam mengambil kesimpulan, salah dalam menilai penyebab, frekuensi dan hubungan sebab-akibatnya.


Sebagai contoh, seorang analis militer pernah mengamati banyaknya lubang peluru pada pesawat tempur yang berhasil kembali ke pangkalan udara (air base), lalu menyimpulkan bahwa pada bagian pesawat tersebut perlu mendapatkan proteksi/ perlindungan tambahan karena sering terkena tembakan. Namun, ahli statistik Abraham Wald justru menyimpulkan sebaliknya. Menurutnya, bagian yang tidak menunjukkan adanya lubang peluru (bagian kokpit, mesin, dan tangki bahan bakar) justru yang paling perlu untuk diproteksi. Alasannya, pesawat yang terkena tembakan pada bagian vital tersebut tidak pernah berhasil kembali ke pangkalan udara, mereka tidak selamat, jatuh dan tidak terlihat dalam data. Fenomena ini kemudian dikenal sebagai survivorship bias


Contoh Survivorship Bias di Masyarakat


Anda mungkin sering melihat dan membaca postingan di sosial media: “Kisah seorang Kakek tua yang tinggal di pedesaan dan biasa merokok sampai 3 bungkus sehari namun bisa hidup sampai umur 90 tahun” lalu sebagian orang menyimpulkan bahwa rokok itu tidak berbahaya. Di utas lain ada lagi cerita: “Seorang mantan LC yang hobi minum minuman keras setiap hari dan masih sehat-sehat saja,” Sementara tetangga Anda yang rajin olahraga malah menderita penyakit kronis. Kisah-kisah seperti itu sering menjadi justifikasi bagi mereka yang “sesat logika”. Mereka hanya menonjolkan sampel individu yang bertahan (survivors) dan mengabaikan mereka yang tidak tampak (tidak terobservasi).


Mengapa Bias Survivor Bisa Muncul?


Healthy survivor effect (efek penyintas sehat). Fenomena perokok yang mampu bertahan hingga usia lanjut kemungkinan memiliki karakteristik khusus, seperti faktor genetik, metabolisme tubuh, gaya hidup, maupun status sosial-ekonomi yang berbeda dibandingkan populasi perokok secara umum. Dengan demikian, keberadaan kelompok ini tidak merepresentasikan kondisi rata-rata perokok di masyarakat, melainkan lebih tepat dianggap sebagai outlier.


Confounding/ variabel pembaur.

Confounding atau variabel pembaur dapat menimbulkan kesalahan interpretasi dalam penelitian observasional. Misalnya, peminum alkohol yang tampak masih "sehat" mungkin memiliki gaya hidup lebih teratur, akses terhadap layanan kesehatan yang lebih baik, serta pola konsumsi makanan yang lebih bergizi. Fenomena ini dikenal sebagai social confounding. Apabila kita hanya mengamati kelompok peminum alkohol yang sehat, maka akan muncul bias dalam mengaitkan tingkat kesehatan dengan konsumsi alkohol, karena efek yang terlihat sesungguhnya dipengaruhi oleh faktor pembaur tersebut. 


Reverse causation & selection bias (pemilihan hubungan sebab-akibat)

Reverse causation dan selection bias juga dapat menimbulkan kesalahan dalam interpretasi data. Sebagai contoh, individu yang sudah menderita penyakit tertentu cenderung berhenti merokok maupun menghentikan konsumsi alkohol. Apabila kondisi ini tidak diperhitungkan, data yang diperoleh justru dapat menampilkan kelompok “perokok dan peminum alkohol” tampak lebih sehat dibandingkan kelompok “mantan perokok dan mantan peminum alkohol”. Tanpa mempertimbangkan riwayat kesehatan di masa lalu sebagai pembanding yang ideal, analisis observasional berisiko menghasilkan kesimpulan yang bias.


Sikap Obyektif dalam Menilai Survivorship Bias


Mencari denominator secara lengkap. Data seharusnya mencakup seluruh subjek yang “terpapar rokok/ alkohol” dan bagaimana efeknya, bukan hanya mengamati yang selamat/ sehat. Gunakan ratio data kematian/ sehat, registry data populasi secara holistic sehingga dapat membantu meminimalisir terjadinya bias.


Gunakan experimental design yang tepat. Pendekatan studi kohort prospektif (dengan mengikuti populasi secara longitudinal) serta randomized controlled trial dapat meminimalkan terjadinya bias seleksi dibandingkan dengan studi cross-sectional.


Kontrol confounder dan metode kausal. Pengendalian confounder dan penerapan metode kausal sangat penting dalam penelitian. Pendekatan seperti propensity score, stratifikasi usia, model multivariat, serta metode causal inference (directed acyclic graphs [DAGs] dan instrumental variables) dapat membantu meminimalkan pengaruh faktor pembaur


Perhatikan attrition bias. Perhatian terhadap attrition bias sangat penting dalam studi longitudinal. Peserta yang keluar (drop-out) sering kali memiliki karakteristik berbeda dibandingkan mereka yang bertahan, sehingga dapat menimbulkan distorsi hasil. Oleh karena itu, analisis tambahan, seperti sensitivity analysis, diperlukan untuk menilai potensi dampaknya terhadap validitas data.


Triangulasi Eviden. Triangulasi eviden merupakan pendekatan penting untuk memperkuat inferensi kausal. Dengan menggabungkan berbagai desain penelitian (studi epidemiologi observasional, studi genetik, dan kajian mekanistik biologi). Peneliti dapat memperoleh gambaran yang lebih komprehensif, sehingga kesimpulan tidak hanya bergantung pada satu jenis bukti yang lemah dan rentan terhadap bias.


Respon Masyarakat Terhadap Survivorship Bias


Dimensi psikologis dan moral masyarakat juga berperan dalam memperkuat survivorship bias. Manusia cenderung menyukai narasi yang simpel, sederhana, dengan alur yang mudah dipahami. Kecenderungan ini membuat masyarakat lebih rentan menerima kisah “anomaly” dibandingkan bukti empiris. Oleh karena itu, selain memperbaiki kualitas metode ilmiah, diperlukan pula pendidikan publik tentang literasi statistik dasar, perlunya memahami probabilitas, membedakan antara bias dan eviden, serta menyadari bahwa faktor kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh gaya hidup melainkan juga dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan, dan akses layanan kesehatan


Survivorship bias terjadi bukan semata pada analisa statistik, keberadaanya adalah pengingat bahwa realitas sering tersembunyi di balik apa yang tak terlihat. Dengan menyadari hal ini, kita dapat mengambil keputusan yang lebih obyektif, rasional, dan berakar pada realitas dan tidak terjebak pada narasi yang viral di ranah publik.

Post a Comment

0 Comments

Post a Comment (0)

#buttons=(Ok, Setuju!) #days=(20)

Blog www.rudiyanto.net menggunakan cookies pada browser anda Cek Sekarang
Ok, Go it!