Skill “Retjeh” Tapi Sangat Powerfull dalam Survival Karir Seseorang

Dr. Rudiyanto, SP., M.Si
0

Terdapat beberapa variable formal yang sering diminta saat kita menulis sebuah CV, seperti gelar akademik, jabatan fungsional, bidang kepakaran, serta beberapa portofolio lainnya yang dianggap relevan. Namun, sebenarnya terdapat beberapa skill “Retjeh” yang justru memainkan peran yang tak kalah penting dalam menentukan survival karir seseorang. Keterampilan-keterampilan ini sering kali luput dari perhatian dan tidak tercantum dalam curriculum vitae, namun mampu menjadi pondasi kuat yang memungkinkan seseorang untuk dapat bertahan dalam tekanan, beradaptasi dengan lingkungan, serta menciptakan peluang dalam ketidakpastian.


Psikolog asal Stanford, Carol Dweck, pernah menekankan pentingnya growth mindset, yakni pola pikir yang menghargai proses, fleksibilitas, dan daya lenting dalam menghadapi tantangan (Dweck, 2006). Dalam konteks ini, keterampilan-keterampilan kecil yang kerap dianggap “Retjeh” sejatinya merupakan wujud nyata dari kemampuan bertahan dan berkembang, yang tidak kalah penting dari pencapaian karir akademik atau professional seseorang.


Kemampuan Untuk Tidur di Mana Saja dan Kapan Saja. 


Kemampuan ini adalah salah satu bentuk efisiensi energi yang sangat krusial, khususnya bagi individu dengan mobilitas tinggi. Studi dalam Journal of Occupational Health Psychology (Åkerstedt, 2010) menyebutkan bahwa tidur singkat dalam perjalanan dapat membantu mengembalikan kebugaran dan meningkatkan performa kognitif secara signifikan. Dalam praktiknya, mereka yang bisa memanfaatkan jeda waktu di bus, kereta, atau pesawat untuk “tidur” memiliki peluang lebih besar untuk bisa tampil prima di forum diskusi atau seminar yang dilaksanakan di tempat yang jauh (luar kota).


Kemampuan Buang Air Besar (BAB) dalam Kondisi dan Tempat Manapun 


Skill ini merupakan bentuk keterampilan “biologis” yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk cepat beradaptasi baik secara fisik maupun mental. Dalam kegiatan ekspedisi lapang, penelitian eksplorasi, atau bahkan aktivis kemanusiaan di wilayah bencana, kemampuan ini menjadi krusial. Penelitian dari WHO (2017) mengenai emergency field operations menyebutkan bahwa keterampilan mengelola kebutuhan “biologis” secara higienis di luar fasilitas normal adalah bagian dari life-saving skills.


Kemampuan Menahan Lapar dan Haus Pada Saat-Saat Penting


Diperlukan kesabaran dan ketrampilan untuk bisa menahan lapar dan haus di saat-saat penting, seperti saat presentasi, rapat monitoring, atau dalam perjalanan jauh. Skill ini bukan sekadar bentuk kesabaran semata, tetapi juga bentuk latihan “mengontrol diri” dalam situasi yang sulit. Dalam kajian psikologi yang dilakukan oleh Mischel (2014), dalam eksperimen “marshmallow test” menunjukkan bahwa kemampuan menunda kepuasan (delayed gratification) memiliki korelasi kuat dengan kesuksesan jangka panjang. Dengan kata lain, individu yang mampu tetap fokus meskipun berada dalam kondisi fisik dan mental yang “tidak nyaman” memiliki keunggulan dalam pengambilan keputusan yang strategis.


Keterampilan Berkomunikasi dengan Orang Asing 


Skill ini merupakan bentuk kecerdasan sosial yang dapat membuka banyak peluang. Dalam The Defining Decade, psikolog Meg Jay (2012) menekankan pentingnya jejaring sosial (social network) dalam memperluas peluang kerjasama dan kolaborasi. Kemampuan menjalin relasi dengan orang asing, melalui percakapan ringan di pesawat, kereta atau seminar, bisa menjadi pintu masuk bagi kolaborasi, dan kerjasama, hingga kemudian terjalin kemitraan yang strategis.


Kemampuan Menawar Harga dan Memvaluasi Harga Secara Wajar 


Skill ini seringkali dianggap sebagai hal yang kurang elegan dan kurang etis, terlebih lagi ketika “skill menawar” ini dilakukan oleh emak-emak saat menawar barang secara sadis di warung/ pasar tradisional. Namun, dalam perspektif ekonomi mikro, skill ini adalah bentuk efisiensi konsumsi untuk bisa survive dalam kondisi ekonomi yang tak menentu. Dalam behavioral economics, dikenal prinsip bounded rationality (Simon, 1957), yakni bahwa keputusan konsumen tidaklah selalu rasional dan matematis, melainkan dipengaruhi juga oleh intuisi, kebiasaan, dan konteks relasi sosial. Menawar adalah bagian dari seni mengambil keputusan yang adaptif dalam konteks transaksi pasar yang adaptif.


Kemampuan Menemukan Arah Saat Tersesat Tanpa Bantuan Teknologi 


Di Daerah terpencil dimana sinyal HP dan internet tiba-tiba hilang, skill ini menjadi sangat penting. Skill ini mencerminkan kapasitas navigasi sosial dan spasial. Ketika aplikasi digital tidak dapat digunakan, karena sinyal hilang atau perangkat rusak/mati, maka seseorang dengan skill ini dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan warga lokal, membaca situasi sekitar, dan tidak mudah panik. Hal ini merupakan bentuk resilience (ketahanan mental) seseorang. Penelitian dalam Journal of Environmental Psychology menunjukkan bahwa kemampuan ini berkorelasi dengan spatial intelligence dan rasa percaya terhadap lingkungan sosial (Montello, 2005).


Beberapa keterampilan-keterampilan di atas mungkin tidak akan pernah menjadi bagian dari kriteria evaluasi saat proses seleksi kerja dan promosi jabatan, tidak diajarkan secara eksplisit dalam pendidikan formal, bahkan tidak terdengar impresif di ruang akademik. Namun, dalam praktik hidup sehari-hari yang penuh dengan tantangan dan hal-hal tak terduga, skill-skill tersebut dapat menjadi jangkar survival bagi karir seseorang.


Sudah saatnya kita mulai memberi ruang apresiasi terhadap bentuk-bentuk skill dan kecerdasan non-formal, baik itu sosial, emosional, biologis, maupun hal adaptif lainnya, yang selama ini tidak dianggap sebagai bagian dari “prestasi” seseorang. Dalam era yang penuh tantangan dan ketidakpastian ini, bukan mereka yang hanya berbekal gelar akademik dan portofolio mentereng yang akan bertahan, tetapi juga mereka yang mampu tidur di kereta/ bus, bercakap dengan sopir ojek, atau tetap tenang saat sinyal HP tiba tiba hilang. Karena dalam realitas kehidupan, bukan hanya soal siapa yang paling pintar, melainkan siapa yang paling adaptif menghadapi kenyataan.


Referensi:

  • Dweck, C. (2006). Mindset: The New Psychology of Success. Random House.
  • Åkerstedt, T. (2010). “Subjective and Objective Sleepiness in the Active Individual.” Journal of Occupational Health Psychology.
  • Jay, M. (2012). The Defining Decade: Why Your Twenties Matter. Twelve Books.
  • Simon, H. A. (1957). Models of Man: Social and Rational. Wiley.
  • Montello, D. R. (2005). “Navigation and the Spatial Environment.” Journal of Environmental Psychology.
  • Mischel, W. (2014). The Marshmallow Test: Mastering Self-Control. Little, Brown and Company.
  • WHO. (2017). Emergency Response Framework. World Health Organization.
  • Newer

    Skill “Retjeh” Tapi Sangat Powerfull dalam Survival Karir Seseorang

Post a Comment

0 Comments

Post a Comment (0)
3/related/default