Fulan bin fulan di bumi Allah Ta’alla, An Abdillah Fil
Ardhillah Al-Majhuli
“Aku Memohon Kepada Allah Yang Maha Pemurah, Rabb Pemilik Arsy Yang Agung, Semoga Allah Menjagamu di Dunia dan Di Akherat serta Menjadikanmu Mendapatkan Keberkahan dimanapun Engkau Berada dan Menjadikanmu Sebagai Hamba Yang Bersyukur Ketika Mendapat Nikmat, Bersabar Ketika Mendapat Cobaan serta Beristighfar Ketika Terjerumus Kedalam Dosa, Karena Sesunguhnya,.... Ketiga Hal Itulah Kunci Utama Kebahagiaan” (Al-Qawa’idul Arba’)
Sebuah kisah yang mengharu biru,…manakala engkau
menceritakan kisah sedih itu kepadaku!…Wahai saudaraku,…seakan-akan di dunia
ini tiada lagi seseorang yang lebih menderita selain dirimu!
Ya Akhi,.....tidak sepantasnyalah bagiku –sebagai saudara
sesama muslim- justru “menari-nari” di atas kedukaan saudaranya! Karena
demikianlah sejatinya akhlak yang diajarkan oleh Rasulullah -Shalallahu Alaihi
Wassalam-
“Tidaklah Sempurna Iman Seseorang Diantara Kalian
Sehingga Ia Mencintai Saudaranya Sebagaimana Ia Mencintai Dirinya Sendiri” (HR.
Bukhari Muslim)
“Seseorang Mukmin Dengan Mukmin Lainnya Ibarat Satu
Tubuh! Jika Salah Satu Bagian Merasakan Sakit Maka Bagian Lainnya Ikut Pula
Merasakan Sakit,…(HR. Ahmad)
Oleh karenanya,
Maka untuk Allah Azzawajalla, kemudian untuk memenuhi
kewajibanku –sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat, “hak seorang muslim
atas muslim yang lainnya ada enam,…,…,…,…,…,jika ia meminta nasehat maka
berilah ia nasehat- maka aku tulis risalah ini. Dan aku sengaja memposting
artikel ini disini dan tidak mengirimkannya lewat email pribadimu agar
maslahatnya dapat diambil oleh Ikhwah yang lainnya. Mudah-mudahan engkau tetap
berkenan atasnya, dan semoga kehadirannya bisa menjadi pembalut luka dihatimu.
Maka bersabarlah ya…..ikhwah
Serta ambilah hikmah
dan berhati-hatilah
Karena sesungguhnya “mawar” itu berduri!
“Katakanlah : Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu,
saudara-saudaramu, isteri-isterimu, serta sanak keluargamu, harta kekayaan yang
kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah tinggalmu
yang kamu sukai, adalah lebih engkau cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan
(dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.”
(At-Taubah 24).
Virus hati yang bernama al-isyq (cinta), ternyata telah
memakan banyak korban. Mungkin anda pernah mendengar seorang pemuda nekad bunuh
diri disebabkan karena putus cinta, atau tertolak cintanya. Atau mungkin anda
pernah mendengar kisah Qeis yang tergila-gila kepada Laila. Kisah cinta yang
bermula ketika mereka menggembala domba sewaktu kecil hingga dewasa. Akhirnya
sungguh tragis, Qeis benar-benar menjadi gila ketika Laila dipersunting oleh
pria lain. Apakah anda pernah mengalami problema seperti ini? Atau malah justru
sedang mengalaminya saat ini? Marilah kita simak nasehat yang Insya Allah
bermanfaat, yang disampaikan oleh Al-Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah dalam dua
karya besar beliau yakni kitab Zadul Ma’ad & Ighatsatul lahfan fi
mashayidisy syaithan
Beliau berkata, “Gejolak cinta merupakan jenis penyakit
hati yang memerlukan penanganan khusus disebabkan karena berbeda dengan jenis
penyakit lain, baik dari segi bentuk, penyebabnya maupun terapinya. Jika telah
menggerogoti kesucian hati manusia dan mengakar di dalam hati, maka sulit bagi
para dokter mencarikan obat penawarnya dan penderitanya sangat sulit untuk
disembuhkan.”
Kepedihan Para Pencinta Yang Mencintai Kekasih Karena
Dunia
Jika engkau ingin tahu tentang siksaan pemburu dunia,
maka renungkanlah keberadaan seseorang yang sedang didera rasa cinta; ia binasa
karena orang yang dicintainya. Dan setiap kali ia mendekat dengan kekasihnya,
sang kekasih menjauh daripadanya, tidak menanggapinya dan meninggalkannya. Maka
dengan kekasihnya ia hidup tambah lebih merana, hampir saja ia memilih untuk
mati. Kekasihnya jarang menepati janji, selalu tampil dingin, cepat berubah,
mudah berkhianat, banyak bersikap mendua,…..ia tidak merasa aman dengan
kekasihnya, baik atas diri dan jiwanya, padahal ia tidak memiliki kesabaran
terhadapnya, tidak pula menemukan jalan buat kesenangan yang menghiburnya, dan
tidak pula hubungan yang langgeng.
Ia adalah seorang pencinta yang belum mendapatkan apa
yang dicarinya, sehingga ia hidup dengan penuh rasa sesak, iapun pergi dengan
kedukaannya, dan belum mendapat apa yang ia cari, jiwanya belum beristirahat
dari kelelahannya, lalu iapun keluar dengan tanpa bekal, menghadap dengan tanpa
landasan.
Maksudnya, ini adalah penjelasan bahwa siapa yang mencintai selain Allah, sedang cintanya itu tidak karena Allah, dan tidak pula bisa membantu bagi ketaatan kepada Allah, maka ia akan diadzab di dunia dan di akhirat nanti. Sebagaimana dikatakan oleh penyair :
“Engkau adalah korban pembunuhan oleh setiap orang yang engkau cintai, karena itu bercintalah semaumu, terserah siapa yang engkau pilih ?”
Jika ia tidak mendapatkan cintanya itu, maka ia disiksa
karena kehilangan apa yang dicintainya itu, sedang sakit yang ia derita sesuai
dengan tingkat ketergantungan hatinya pada yang dicintainya itu.
Jika ia mendapatkan cintanya itu, maka ia sudah menderita
sakit sebelum mendapatkannya, dan juga kesusahan saat mendapatkannya serta
penyesalan saat kehilangan darinya. Sakit dan penderitaannya justru berkali
lipat dari kenikmatan yang dirasakannya.
Sungguh, tak ada yang paling menderita di muka bumi ini,
kecuali para pencinta
Jika kekasihnya dekat,.....ia menangis karena takut
perpisahan.
Jika kekasihnya jauh,......ia pun menangis karena didera
kerinduan.
Air matanya mengalir saat bertemu.
Air matanya mengalir saat berpisah.
Ini adalah sesuatu yang diketahui umum, berdasarkan hikmah, penelitian, dan pengambilan pelajaran. Karena itu Nabi –Shalallahu Alaihi Wassalam- pernah bersabda :
“Dunia ini terlaknat, semua yang ada di dalamnya
terlaknat kecuali dzikrullah dan apa yang wala’ pada-Nya ( H.R. Tirmidzi dengan
sanad hasan).
Al- Hasan juga pernah berkata: Pernah suatu kaum
memuliakan dunia, lalu dunia menyalib mereka di pohon. Karena itu rendahkanlah
dunia ini, karena ketenangan yang sesungguhnya diperoleh jika engkau
menghinakan dunia.
Bagaimana virus ini bisa berjangkit ?
Penyakit al-isyq terjadi karena dua sebab:.
Pertama, karena menganggap indah apa-apa yang dicintainya
itu.
Kedua, perasaan ingin memiliki apa yang dicintainya itu.
Jika salah satu dari dua faktor ini tidak ada, niscaya
virus ini tidak akan berjangkit.
Penyakit al-isyq akan menimpa orang-orang yang hatinya
kosong dari rasa mahabbah (cinta) kepada Allah, selalu berpaling dariNya dan
dipenuhi kecintaan kepada selainNya. Hati yang penuh cinta kepada Allah dan
rindu bertemu denganNya pasti akan kebal terhadap serangan virus ini.
Cinta dan Jenis – Jenis Nya
Cinta memiliki berbagai macam jenis dan tingkatan. Yang
tertinggi dan paling mulia ialah mahabbatu fillah wa lillah (cinta karena Allah
dan di dalam agama Allah). Yaitu cinta yang mengharuskan mencintai apa-apa yang
dicintai Allah, dilakukan berlandaskan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Cinta berikutnya adalah cinta yang terjalin karena adanya
kesamaan dalam cara hidup, agama, madzab, ideologi, hubungan kekeluargaan,
profesi, dan kesamaan dalam hal-hal lainnya.
Diantara jenis cinta lainnya, yakni cinta yang didasari karena motif ingin mendapatkan sesuatu dari yang dicintainya, baik karena kedudukan, harta, pengajaran, dan bimbingan atau karena kecantikan. Cinta yang didasari hal-hal seperti ini (al mahabbah al ‘ardiyah) akan hilang bersama hilangnya apa yang ingin didapatkan dari yang dicintainya itu.
“Yakinlah, bahwa setiap orang yang mencintaimu karena sesuatu, ia akan meninggalkanmu ketika ia telah mendapatkan apa yang ia inginkan dari dirimu.”
– Jika terdapat
peluang bagi orang yang sedang kasmaran tersebut untuk meraih cinta orang yang
dikasihinya dengan ketentuan syariat dan suratan takdirnya, maka terapi yang
paling utama adalah menikah. Rasulullah bersabda :
“Aku tidak pernah melihat ada dua orang saling mengasihi
selain melalui jalur pernikahan” ( H.R. Ibnu Majah )
(Karena percintaan yang jauh dari nur Islam: maka awal
dari cinta itu adalah kebahagiaan, pertengahannya adalah derita dan akhir dari
semua itu adalah kebinasaan.)
– Jika
terapi pertama tidak dapat dilakukan akibat tertutupnya peluang menuju
orang yang dikasihinya itu karena ketentuan syar’i dan takdir, maka hendaknya
ia berusaha untuk melupakannya karena apa-apa yang diimpikannya mustahil
terjadi, sebab menggantungkan kepada sesuatu yang mustahil dijangkaunya ibarat
pungguk merindukan bulan dan merupakan tindakan orang-orang yang tidak berakal.
– Apabila kemungkinan untuk mendapatkan apa yang
dicintainya terhalang karena larangan syari’at, maka terapinya yaitu dengan
menganggap bahwa yang dicintainya itu bukan ditakdirkan untuk menjadi miliknya.
– Jika ternyata
jiwanya selalu menyuruh kepada kemungkaran masih tetap menuntut, hendaklah ia
mau meninggalkannya karena dua hal,
Pertama, karena takut kepada Allah yaitu dengan
menumbuhkan perasaan bahwa ada hal yang lebih layak dicintai, lebih bermanfaat,
lebih baik dan lebih kekal.
Kedua, keyakinan bahwa berbagai kemungkinan yang
menyakitkan akan ditemuinya jika gagal melupakan yang dikasihinya.
– Jika hawa
nafsunya masih tetap bersikeras, maka hendaknya ia berfikir tentang dampak
negatif dan kerusakan yang akan ditimbulkannya dan maslahat yang gagal
diraihnya.
– Jika terapi ini
tidak mempan maka hendaknya ia selalu mengingat sisi-sisi buruk kekasihnya.
Jika ia mau mencari kejelekan yang ada pada kekasihnya, niscaya dia akan
mendapatkannya lebih dominan daripada keindahannya.
– Jika terapi ini
masih saja tidak mempan baginya, maka
terapi terakhir yaitu mengadu dan memohon dengan jujur kepada Allah dan
berusaha untuk tetap sabar dan tawakal untuk menerima takdir-Nya.
Karena jika ia bersabar maka ia akan mendapatkan pahala
dari sisi Allah Ta’alla, tetapi bila ia
marah dan hatinya menjadi galau maka ia sudah kehilangan kekasihnya, kehilangan
pula pahala dari Allah –Subhanahuwata’alla-.
.
Demikianlah kiat-kiat untuk menyembuhkan penyakit
Al-Ishiq. Namun ibarat pepatah, mencegah lebih baik daripada mengobati. maka
bagi Ikhwah yang belum terjangkiti virus ini, maka lebih baik menghindar.
Bagaimana cara menghindarinya? Tidak lain yaitu dengan taskiyatun nafs.
Semoga pembahasan ini dapat bermanfaat, amin.
***
Noted, Mutiara Hikmah;
“Cinta itu tumbuh, bukan karena kecantikan ataupun karena
keelokan rupa, cinta itu tumbuh karena adanya kesesuaian jiwa” (Ibnu Qayyim
Al-Jauziyah)
Para ulama salaf pernah menyatakan:
“Mencintai karena Allah Ta’alla –yang hakiki- adalah jika kecintaan tersebut tidak bertambah karena sikap baik seseorang kepada kita, sebagaimana kecintaan tersebut tidak berkurang karena sikap buruk seseorang atas kita”
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik
bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu mencintai sesuatu, padahal ia amat buruk
bagimu; Sesungguhnya Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”
(Al-Baqarah 216)