“Nak,...entah suatu saat nanti engkau menjadi Ulama' kah, menjadi ilmuwan kah, atau menjadi pengusaha yang sukses kah? Abi berharap,...suatu saat nanti, kamu bisa lebih hebat dari abi saat ini
Dialog Singkat dengan Muhammad Sa’id As-Tsaqif
Innocence dan Kebaikan Hati Seorang Anak Adam
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain..." (QS. Al-Hujurat: 12)
"Barangsiapa tidak menyayangi manusia, maka Allah tidak akan menyayanginya." (HR. Bukhari dan Muslim)
"Seorang mukmin tidak akan disengat dari lubang yang sama dua kali." (HR. Bukhari dan Muslim)
Kegagalan Yang Membuatmu Rendah Hati Lebih Baik daripada Kesuksesan yang Menumbuhkan Arogansi
"Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong. Sungguh, engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan dapat menyamai tingginya gunung." (QS. Al-Isra: 37)
"Dan apa saja musibah yang menimpamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu)." (QS. Asy-Syura: 30)
"Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada seberat biji sawi dari kesombongan." (HR. Muslim no. 91)
"Barangsiapa merendahkan diri karena Allah, maka Allah akan mengangkat derajatnya. Dan barangsiapa sombong, maka Allah akan menghinakannya."(HR. Muslim no. 2588)
"Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan 'salam'." (QS. Al-Furqan: 63)
- Anderson, C., Brion, S., Moore, D. A., & Kennedy, J. A. (2012). A status-enhancement account of overconfidence. Journal of Personality and Social Psychology, 103(4), 718-735.
- Collins, J. (2001). Good to Great: Why Some Companies Make the Leap... and Others Don't. Harper Business.
- Fisher, D., & Frey, N. (2015). Better learning through structured teaching: A framework for the gradual release of responsibility. ASCD.
- Owen, D., & Davidson, J. (2009). Hubris syndrome: An acquired personality disorder? A study of US Presidents and UK Prime Ministers over the last 100 years. Brain, 132(5), 1396-1406.
- Piaget, J. (1972). The psychology of the child. Basic Books.
Indonesia Negeri Paling Dermawan, Perlukah Tata Kelola Pengumpulan Donasi?
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir biji yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 261)
"Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Tangan di atas adalah yang memberi, dan tangan di bawah adalah yang meminta." (HR. Bukhari dan Muslim)
"Barang siapa menipu, maka ia bukan termasuk golonganku." (HR. Muslim)
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil..." (QS. An-Nisa: 58)
Halal Haram Investasi Saham: Menakar Etika dan Hukum dalam Perspektif Syariah
"Jika air sebanyak dua qullah tidak berubah warna, rasa, atau baunya meskipun terkena najis, maka ia tetap suci."
- Arab Saudi (Tadawul Shariah Index): Debt-to-Equity Ratio maksimal 5%
- Indonesia (Indeks Saham Syariah Indonesia / ISSI): Toleransi hutang berbasis bunga maksimal 45% dari total ekuitas
"Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah: 275)
- Repo (Repurchase Agreement): Kontrak jual beli dengan janji membeli kembali di kemudian hari dengan harga lebih tinggi, mengandung unsur riba.
- Margin trading: Membeli saham dengan dana pinjaman berbunga dari broker juga tergolong riba.
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al-Maidah: 2)
"Rasulullah melaknat pemakan riba, pemberi riba, pencatatnya, dan dua saksinya." (HR. Muslim)
- Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah: 172, 275
- Surah Al-Maidah: 2
- HR. Muslim, Hadis tentang riba
- Fatwa DSN-MUI No. 135/DSN-MUI/VIII/2020 tentang Saham Syariah
- Syaikh Shaleh Al-Fauzan, Syarh al-Mulakhkhas al-Fiqhi, dan ceramah-ceramahnya di laman resmi Haiah Kibaril Ulama
- AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) Standards
Ketidakarifan Lokal: Menyikapi Budaya Jahiliyah dengan Kaidah Ushul Fiqh
"Al-Ashlu fil ‘ibadah al-tahrim illa ma dalla dalil ‘ala mashru’iyyatihi, wal-ashlu fil mu’amalat al-ibahah illa ma dalla dalil ‘ala tahrimiha."
Jangan Remehkan Hutang: Amanah Dunia, Beban Akhirat
Ini bukan sekadar pesan ekonomi, ini adalah pesan keadilan sosial dan
tanggung jawab moral. Allah yang Maha Mengetahui meletakkan urgensi persoalan
hutang pada tempat yang sangat tinggi. Bukan tanpa sebab. Hutang adalah ujian
akhlak, dan sering kali menjadi sumber keretakan hubungan persaudaraan,
kerusakan masyarakat, bahkan akhirat seseorang.
Lebih mengejutkan lagi, Rasulullah ï·º menyampaikan bahwa orang yang terbunuh
di medan jihad—yang darahnya tumpah demi agama—tidak serta-merta mendapatkan
status syahid jika ia masih meninggalkan hutang yang belum diselesaikan.
“Seluruh dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali hutang.” (HR.
Muslim)
Maka pertanyaannya: mengapa ada sebagian orang, bahkan tokoh agama yang kita
pandang sebagai ustadz dan panutan umat, begitu meremehkan urusan hutang? Bahkan
dengan entengnya berkata, "Itu hanya masalah
duniawi, masalah hutang,...ngemplang, jadi tidak perlu untuk dibesar-besarkan"
Masalah duniawi? Jika memang demikian, mengapa Allah harus turunkan satu
ayat terpanjang hanya untuk perkara duniawi? Mengapa Rasulullah sampai enggan
menyolatkan jenazah orang yang masih menanggung hutang, jika tidak ada dimensi
akhirat di dalamnya?
Di sinilah letak keprihatinan. Ketika orang awam tidak tahu, mungkin bisa
dimaklumi. Tapi ketika seorang ustadz—yang setiap kata dan geraknya menjadi
contoh, bahkan rujukan umat—meremehkan hal sebesar ini, maka itu adalah sebuah petaka
dan krisis. Krisis keilmuan? Krisis kejujuran? Atau krisis akhlak?
Perkataan seperti itu bukan saja mencederai ajaran Islam, tapi juga bisa
menjadi pembenaran bagi orang-orang yang memang punya kecenderungan untuk lari
dari tanggung jawab. Orang yang memang berniat ngemplang, bisa dengan mudah
berkata: “Ah, itu kan cuma masalah duniawi.”
Padahal dalam Islam, tanggung jawab dunia justru yang akan menentukan nasib
akhirat. Apakah tidak takut bahwa ucapan yang menyepelekan bisa membuat umat
terbiasa menggampangkan amanah?
Sudah saatnya kita kembali menempatkan nilai-nilai Al-Qur'an pada posisi
tertingginya. Bukan hanya dalam ibadah, tapi juga dalam muamalah. Dan sudah
seharusnya para tokoh agama berhati-hati dalam berbicara, karena satu kalimat
bisa jadi pembenaran bagi ribuan kesalahan.
Islam mengajarkan kita kejujuran, tanggung jawab, dan keadilan—termasuk
dalam hal hutang piutang. Jangan sampai, hanya karena satu komentar tak
bertanggung jawab, kita menjadi umat yang membenarkan kelalaian, bahkan
pengkhianatan, dengan label "itu cuma masalah duniawi."
Karena Menjadi Siapapun Dirimu,...Engkau akan Tetap Dimusuhi
Maka coba renungkanlah,…
Manakala anda memutuskan untuk menjadi orang yang
baik,…tentu anda akan dimusuhi oleh orang jahat
Manakala anda memutuskan bersikap anti terhadap
narkoba,….tentu anda akan dimusuhi oleh para pecandu narkoba dan dimusuhi pula
oleh para mafia/ organisasi kartel obat terlarang
Manakala anda memutuskan untuk bersikap anti terhadap
rokok,…tentu anda akan dibenci dan dimusuhi oleh para pecandu rokok dan
produsen rokok
Manakala anda memutuskan untuk menjadi bagian dari penggiat
anti rusuah tentu anda akan dibenci dan dimusuhi oleh para koruptor
Dan itu,…adalah Sunatullah
Begitu pula dengan Agama ini,….
Manakala anda memutuskan untuk menjadi seorang ahli
Tauhid,…tentu anda akan dibenci dan dimusuhi oleh ahli syirik
Manakala anda memutuskan untuk menjadi pecinta Sunnah,…tentu
anda akan dibenci dan dimusuhi oleh Al-Mubtadi’ah
Manakala anda memutuskan untuk menjadi penyeru Al-Haq,…tentu
anda akan dimusuhi dan dibenci oleh ahlul bathil.
Dan itu,…adalah Sunatullah yang tidak dapat kita elakkan.
Menjadi “abu-abu” pun terkadang tak menyelamatkanmu. Bisa jadi,..anda justru
akan dimusuhi oleh kedua belah pihak. Disini anda dibenci,…dan disana
keberadaan anda tidak diakui.
Jika anda membaca Sirah perjalanan hidup para Nabi dan
Rasul. Apakah anda menemukan kehidupan seorang Nabi dan Rasul yang adem, ayem
tentrem tanpa musuh? Lihatlah keberadaan Nabi Nuh –Alaihisallam- dengan
kaumnya, lihatlah Nabi Luth –Alaihisallam- dengan umatnya, lihatlah sosok Nabi
Ibrahim –Alaihisallam- dimata Raja Namrud, lihatlah keberadaan Nabi Musa
–Alaihisallam- dihadapan Fir’aun, Lihatlah Nabi Isa –Alaihisallam- bagaimana
beliau disikapi oleh Bani Israel. Lihatlah Rasul kita Muhammad
–Shalallahualaihiwassalam- bagaimana beliau diperlakukan oleh kaum kafir
Quraisy.
Padahal mereka adalah para Nabi dan Rasul. Yang Akhlak
mereka adalah sebaik-baik Akhlak. Meraka adalah orang-orang yang paling
penyabar, paling santun dan paling hikmah di dalam dakwah ini. Tapi
toh,….meskipun demikian, Meraka tetap saja dimusuhi.
Lantas,…. siapakah diri kita ini ,….?????
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh,
yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian
mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang
indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Rabbmu menghendaki, niscaya mereka
tidak mengerjakannya, maka tinggalkan mereka dan apa yang mereka ada-adakan.
(QS. al-An’aam: 112)
Maka,..tentukanlah menjadi siapa dirimu. Karena menjadi
siapapun kamu,…engkau akan tetap dimusuhi.
Nasehat Tanpa Kata
Masih ada saudara-saudara kita,..yang jauh lebih alim dan lebih berilmu dibanding kita,.....tetapi mereka justru lebih banyak diam dan sedikit berkomentar di sosial media
Masih ada saudara-saudara kita,...yang lebih kaya, lebih mapan dan lebih memiliki kedudukan dibanding kita,...tetapi mereka justru lebih tawadhu' dan lebih rendah hati dibanding kita
Tanpa sebuah kata, tiada pula ucapan, hanya dengan melihat mereka saja mereka sudah menasihati kita
Nasehat Untuk Jomblowan Yang Cintanya Tertolak Oleh Seorang Akhwat
Me : Ya,….cari Akhwat lain yang kira-kira mau sama antum.
Udah,….selesai. Apa masalahnya?
Fulan: Mas gampang saja bilang kayak gitu. Mas ndak tahu
perasaan saya sih. Saya cinta loh mas, cinta,…setengah mati. Saya ndak bisa
pindah kelain hati mas, saya ndak bisa melupakan si “dia”. “dia” terlalu cantik
untuk aku lupakan. Pokoknya aku akan setia menunggu mas sampai “dia” membuka
pintu hatinya untukku, aku akan tetap setia menunggu
Me: Hmm,…menunggu seseorang yang tak mencintaimu dan tak
mengharapkanmu itu ibarat antum nungguin kapal feri tapi nunggunya di stasiun.
Terus kira-kira kapan “dia” mau dateng? Mbok uwis,..dunia ini luas kok. Masih
banyak akhwat lain diluar sana, move on lah & jangan lupa berdoa supaya
mendapat ganti yang lebih baik. Lebih baik lo yah,..bukan lebih cantik!
Fulan : Tapi,….kalau nanti sama akhwat lain juga ditolak
bagaimana?
Me: Ya Ikhtiar lagi. Jangankan antum ya. Abu Bakar
Ash-Sidiq, Umar bin Khatab hata Ali bin Abi Thalib –Radhiallahuanhum ajma’in-
saja pernah ditolak oleh seorang akhwat. La antum ini siapa? Kita ini siapa?
Ditolak ya,…biasa saja lah. Jangan terus minder lalu sakit hati.
Fulan : Kalau ditolak lagi dan lagi?
Me : Ya Ikhtiar lagi dan lagi to. Temenku pernah cerita. Dia
punya temen yang pernah sampe 27 kali mengkhitbah akhwat. 26 kali ditolak dan
yang ke 27 Alhamdulillah diterima & sekarang sudah jadi istrinya.
MasyaAllah,..luar biasa ya Ikhtiarnya. La antum ini,…emang sudah berapa kali
ditolak..? 1x, 2x, 3x??? cemen itu mah
Fulan : La mas sendiri emang sudah pernah ditolak berapa
kali?
Me: Ada deh mau tau ajah.
Fulan : Tapi mas,…aku masih belum bisa melupakan si “dia”
je. Bayang-bayang “dia” selalu saja menggelayut di pikiranku.
Me : Ya sudah,..Ikhlaskan saja. Anggaplah “dia” bukan
jodohmu. Orang bilang cinta itu kan tidak harus memiliki.
Fulan : Bila cinta tak harus memiliki, lantas apakah ketika
nanti aku memiliki aku tak harus cinta mas?
Me : Hmmm,…opo sih cinta kuwi? Kok kayane angel temen hidup
mu gara-gara cinta. Mbok itu lihat fulan & fulanah, artis ibukota itu. Yang
dulunya di pelaminan berjanji sehidup semati & sumpah setia sampai mati. Ternyatah,….baru
setahun dua tahun terus cerai. Lalu setelah cerai mbaknya malah milih nikah
lagi sama duda tua yang kayah rayah. Mbok nggak usah dibikin rumit, make life
simple saja……, menikahlah dengan niat untuk Ibadah Lillahita’alla, wis ngono
wae.
Fulan : Terus bagaimana cara mencintai yang simple itu mas?
Me : Cintailah dia karenaNya, karena keshalehannya. Jangan
kamu cari wanita yang sesuai dengan seleramu tapi carilah yang pantas untuk
menjadi Ibu buat anak-anakmu.
Dalam sebuah Hadist disebutkan: “Janganlah engkau mencintai
seseorang dengan sangat, karena bisa jadi, orang yang paling engkau cintai itu
suatu saat nanti menjadi orang yang paling engkau benci. Dan janganlah engkau
membenci seseorang dengan sangat, karena bisa jadi orang yang paling engkau
benci itu suatu saat nanti menjadi orang yang paling engkau cintai” (Dinukil
secara makna dari HR. Tirmidzi)!
Jadi,..cintailah “dia” dengan sederhana, dan perjuangkanlah
“dia” dengan cara yang sederhana pula. Bukankah kesederhanaan itu indah???
Fulan: Oh,..begitu ya mas?
Me : Ya,..begitulah
kira-kira
Fulan: Ok,..Na’am Jazakallahukhair mas atas nasehatnya. Oh
ya mas, mau tanya. Btw, nasehat mas itu tadi dari baca-baca buku atau dari
pengalaman pribadi mas?
Me : No comment
Menghapus Air Mata Cinta
Fulan bin fulan di bumi Allah Ta’alla, An Abdillah Fil
Ardhillah Al-Majhuli
“Aku Memohon Kepada Allah Yang Maha Pemurah, Rabb Pemilik Arsy Yang Agung, Semoga Allah Menjagamu di Dunia dan Di Akherat serta Menjadikanmu Mendapatkan Keberkahan dimanapun Engkau Berada dan Menjadikanmu Sebagai Hamba Yang Bersyukur Ketika Mendapat Nikmat, Bersabar Ketika Mendapat Cobaan serta Beristighfar Ketika Terjerumus Kedalam Dosa, Karena Sesunguhnya,.... Ketiga Hal Itulah Kunci Utama Kebahagiaan” (Al-Qawa’idul Arba’)
Sebuah kisah yang mengharu biru,…manakala engkau
menceritakan kisah sedih itu kepadaku!…Wahai saudaraku,…seakan-akan di dunia
ini tiada lagi seseorang yang lebih menderita selain dirimu!
Ya Akhi,.....tidak sepantasnyalah bagiku –sebagai saudara
sesama muslim- justru “menari-nari” di atas kedukaan saudaranya! Karena
demikianlah sejatinya akhlak yang diajarkan oleh Rasulullah -Shalallahu Alaihi
Wassalam-
“Tidaklah Sempurna Iman Seseorang Diantara Kalian
Sehingga Ia Mencintai Saudaranya Sebagaimana Ia Mencintai Dirinya Sendiri” (HR.
Bukhari Muslim)
“Seseorang Mukmin Dengan Mukmin Lainnya Ibarat Satu
Tubuh! Jika Salah Satu Bagian Merasakan Sakit Maka Bagian Lainnya Ikut Pula
Merasakan Sakit,…(HR. Ahmad)
Oleh karenanya,
Maka untuk Allah Azzawajalla, kemudian untuk memenuhi
kewajibanku –sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat, “hak seorang muslim
atas muslim yang lainnya ada enam,…,…,…,…,…,jika ia meminta nasehat maka
berilah ia nasehat- maka aku tulis risalah ini. Dan aku sengaja memposting
artikel ini disini dan tidak mengirimkannya lewat email pribadimu agar
maslahatnya dapat diambil oleh Ikhwah yang lainnya. Mudah-mudahan engkau tetap
berkenan atasnya, dan semoga kehadirannya bisa menjadi pembalut luka dihatimu.
Maka bersabarlah ya…..ikhwah
Serta ambilah hikmah
dan berhati-hatilah
Karena sesungguhnya “mawar” itu berduri!
“Katakanlah : Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu,
saudara-saudaramu, isteri-isterimu, serta sanak keluargamu, harta kekayaan yang
kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah tinggalmu
yang kamu sukai, adalah lebih engkau cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan
(dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.”
(At-Taubah 24).
Virus hati yang bernama al-isyq (cinta), ternyata telah
memakan banyak korban. Mungkin anda pernah mendengar seorang pemuda nekad bunuh
diri disebabkan karena putus cinta, atau tertolak cintanya. Atau mungkin anda
pernah mendengar kisah Qeis yang tergila-gila kepada Laila. Kisah cinta yang
bermula ketika mereka menggembala domba sewaktu kecil hingga dewasa. Akhirnya
sungguh tragis, Qeis benar-benar menjadi gila ketika Laila dipersunting oleh
pria lain. Apakah anda pernah mengalami problema seperti ini? Atau malah justru
sedang mengalaminya saat ini? Marilah kita simak nasehat yang Insya Allah
bermanfaat, yang disampaikan oleh Al-Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah dalam dua
karya besar beliau yakni kitab Zadul Ma’ad & Ighatsatul lahfan fi
mashayidisy syaithan
Beliau berkata, “Gejolak cinta merupakan jenis penyakit
hati yang memerlukan penanganan khusus disebabkan karena berbeda dengan jenis
penyakit lain, baik dari segi bentuk, penyebabnya maupun terapinya. Jika telah
menggerogoti kesucian hati manusia dan mengakar di dalam hati, maka sulit bagi
para dokter mencarikan obat penawarnya dan penderitanya sangat sulit untuk
disembuhkan.”
Kepedihan Para Pencinta Yang Mencintai Kekasih Karena
Dunia
Jika engkau ingin tahu tentang siksaan pemburu dunia,
maka renungkanlah keberadaan seseorang yang sedang didera rasa cinta; ia binasa
karena orang yang dicintainya. Dan setiap kali ia mendekat dengan kekasihnya,
sang kekasih menjauh daripadanya, tidak menanggapinya dan meninggalkannya. Maka
dengan kekasihnya ia hidup tambah lebih merana, hampir saja ia memilih untuk
mati. Kekasihnya jarang menepati janji, selalu tampil dingin, cepat berubah,
mudah berkhianat, banyak bersikap mendua,…..ia tidak merasa aman dengan
kekasihnya, baik atas diri dan jiwanya, padahal ia tidak memiliki kesabaran
terhadapnya, tidak pula menemukan jalan buat kesenangan yang menghiburnya, dan
tidak pula hubungan yang langgeng.
Ia adalah seorang pencinta yang belum mendapatkan apa
yang dicarinya, sehingga ia hidup dengan penuh rasa sesak, iapun pergi dengan
kedukaannya, dan belum mendapat apa yang ia cari, jiwanya belum beristirahat
dari kelelahannya, lalu iapun keluar dengan tanpa bekal, menghadap dengan tanpa
landasan.
Maksudnya, ini adalah penjelasan bahwa siapa yang mencintai selain Allah, sedang cintanya itu tidak karena Allah, dan tidak pula bisa membantu bagi ketaatan kepada Allah, maka ia akan diadzab di dunia dan di akhirat nanti. Sebagaimana dikatakan oleh penyair :
“Engkau adalah korban pembunuhan oleh setiap orang yang engkau cintai, karena itu bercintalah semaumu, terserah siapa yang engkau pilih ?”
Jika ia tidak mendapatkan cintanya itu, maka ia disiksa
karena kehilangan apa yang dicintainya itu, sedang sakit yang ia derita sesuai
dengan tingkat ketergantungan hatinya pada yang dicintainya itu.
Jika ia mendapatkan cintanya itu, maka ia sudah menderita
sakit sebelum mendapatkannya, dan juga kesusahan saat mendapatkannya serta
penyesalan saat kehilangan darinya. Sakit dan penderitaannya justru berkali
lipat dari kenikmatan yang dirasakannya.
Sungguh, tak ada yang paling menderita di muka bumi ini,
kecuali para pencinta
Jika kekasihnya dekat,.....ia menangis karena takut
perpisahan.
Jika kekasihnya jauh,......ia pun menangis karena didera
kerinduan.
Air matanya mengalir saat bertemu.
Air matanya mengalir saat berpisah.
Ini adalah sesuatu yang diketahui umum, berdasarkan hikmah, penelitian, dan pengambilan pelajaran. Karena itu Nabi –Shalallahu Alaihi Wassalam- pernah bersabda :
“Dunia ini terlaknat, semua yang ada di dalamnya
terlaknat kecuali dzikrullah dan apa yang wala’ pada-Nya ( H.R. Tirmidzi dengan
sanad hasan).
Al- Hasan juga pernah berkata: Pernah suatu kaum
memuliakan dunia, lalu dunia menyalib mereka di pohon. Karena itu rendahkanlah
dunia ini, karena ketenangan yang sesungguhnya diperoleh jika engkau
menghinakan dunia.
Bagaimana virus ini bisa berjangkit ?
Penyakit al-isyq terjadi karena dua sebab:.
Pertama, karena menganggap indah apa-apa yang dicintainya
itu.
Kedua, perasaan ingin memiliki apa yang dicintainya itu.
Jika salah satu dari dua faktor ini tidak ada, niscaya
virus ini tidak akan berjangkit.
Penyakit al-isyq akan menimpa orang-orang yang hatinya
kosong dari rasa mahabbah (cinta) kepada Allah, selalu berpaling dariNya dan
dipenuhi kecintaan kepada selainNya. Hati yang penuh cinta kepada Allah dan
rindu bertemu denganNya pasti akan kebal terhadap serangan virus ini.
Cinta dan Jenis – Jenis Nya
Cinta memiliki berbagai macam jenis dan tingkatan. Yang
tertinggi dan paling mulia ialah mahabbatu fillah wa lillah (cinta karena Allah
dan di dalam agama Allah). Yaitu cinta yang mengharuskan mencintai apa-apa yang
dicintai Allah, dilakukan berlandaskan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Cinta berikutnya adalah cinta yang terjalin karena adanya
kesamaan dalam cara hidup, agama, madzab, ideologi, hubungan kekeluargaan,
profesi, dan kesamaan dalam hal-hal lainnya.
Diantara jenis cinta lainnya, yakni cinta yang didasari karena motif ingin mendapatkan sesuatu dari yang dicintainya, baik karena kedudukan, harta, pengajaran, dan bimbingan atau karena kecantikan. Cinta yang didasari hal-hal seperti ini (al mahabbah al ‘ardiyah) akan hilang bersama hilangnya apa yang ingin didapatkan dari yang dicintainya itu.
“Yakinlah, bahwa setiap orang yang mencintaimu karena sesuatu, ia akan meninggalkanmu ketika ia telah mendapatkan apa yang ia inginkan dari dirimu.”
– Jika terdapat
peluang bagi orang yang sedang kasmaran tersebut untuk meraih cinta orang yang
dikasihinya dengan ketentuan syariat dan suratan takdirnya, maka terapi yang
paling utama adalah menikah. Rasulullah bersabda :
“Aku tidak pernah melihat ada dua orang saling mengasihi
selain melalui jalur pernikahan” ( H.R. Ibnu Majah )
(Karena percintaan yang jauh dari nur Islam: maka awal
dari cinta itu adalah kebahagiaan, pertengahannya adalah derita dan akhir dari
semua itu adalah kebinasaan.)
– Jika
terapi pertama tidak dapat dilakukan akibat tertutupnya peluang menuju
orang yang dikasihinya itu karena ketentuan syar’i dan takdir, maka hendaknya
ia berusaha untuk melupakannya karena apa-apa yang diimpikannya mustahil
terjadi, sebab menggantungkan kepada sesuatu yang mustahil dijangkaunya ibarat
pungguk merindukan bulan dan merupakan tindakan orang-orang yang tidak berakal.
– Apabila kemungkinan untuk mendapatkan apa yang
dicintainya terhalang karena larangan syari’at, maka terapinya yaitu dengan
menganggap bahwa yang dicintainya itu bukan ditakdirkan untuk menjadi miliknya.
– Jika ternyata
jiwanya selalu menyuruh kepada kemungkaran masih tetap menuntut, hendaklah ia
mau meninggalkannya karena dua hal,
Pertama, karena takut kepada Allah yaitu dengan
menumbuhkan perasaan bahwa ada hal yang lebih layak dicintai, lebih bermanfaat,
lebih baik dan lebih kekal.
Kedua, keyakinan bahwa berbagai kemungkinan yang
menyakitkan akan ditemuinya jika gagal melupakan yang dikasihinya.
– Jika hawa
nafsunya masih tetap bersikeras, maka hendaknya ia berfikir tentang dampak
negatif dan kerusakan yang akan ditimbulkannya dan maslahat yang gagal
diraihnya.
– Jika terapi ini
tidak mempan maka hendaknya ia selalu mengingat sisi-sisi buruk kekasihnya.
Jika ia mau mencari kejelekan yang ada pada kekasihnya, niscaya dia akan
mendapatkannya lebih dominan daripada keindahannya.
– Jika terapi ini
masih saja tidak mempan baginya, maka
terapi terakhir yaitu mengadu dan memohon dengan jujur kepada Allah dan
berusaha untuk tetap sabar dan tawakal untuk menerima takdir-Nya.
Karena jika ia bersabar maka ia akan mendapatkan pahala
dari sisi Allah Ta’alla, tetapi bila ia
marah dan hatinya menjadi galau maka ia sudah kehilangan kekasihnya, kehilangan
pula pahala dari Allah –Subhanahuwata’alla-.
.
Demikianlah kiat-kiat untuk menyembuhkan penyakit
Al-Ishiq. Namun ibarat pepatah, mencegah lebih baik daripada mengobati. maka
bagi Ikhwah yang belum terjangkiti virus ini, maka lebih baik menghindar.
Bagaimana cara menghindarinya? Tidak lain yaitu dengan taskiyatun nafs.
Semoga pembahasan ini dapat bermanfaat, amin.
***
Noted, Mutiara Hikmah;
“Cinta itu tumbuh, bukan karena kecantikan ataupun karena
keelokan rupa, cinta itu tumbuh karena adanya kesesuaian jiwa” (Ibnu Qayyim
Al-Jauziyah)
Para ulama salaf pernah menyatakan:
“Mencintai karena Allah Ta’alla –yang hakiki- adalah jika kecintaan tersebut tidak bertambah karena sikap baik seseorang kepada kita, sebagaimana kecintaan tersebut tidak berkurang karena sikap buruk seseorang atas kita”
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik
bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu mencintai sesuatu, padahal ia amat buruk
bagimu; Sesungguhnya Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”
(Al-Baqarah 216)