Apa Itu Arang Aktif (Activated charcoal)? Pentingkah Untuk Media Kultur Jaringan Tanaman?

Dr. Rudiyanto, SP., M.Si
0

Selama ini kita mengenal arang hanya sebagai bahan bakar yang dipakai untuk memanggang sate atau barbeque dan juga sebagai bahan alternatif penyerap bau di lemari pendingin. Namun di balik warnanya yang hitam legam ini, arang ternyata menjadi salah satu “komponen krusial” dalam media di laboratorium kultur jaringan tanaman. Tanpa kehadirannya, mungkin akan banyak percobaan yang berakhir dengan kegagalan, seperti jaringan tanaman yg membusuk, media yang mencoklat atau tunas eksplan yang berhenti tumbuh.


Arang aktif (activated charcoal) bukanlah arang biasa. Ia adalah karbon yang diproses sedemikian rupa hingga berpori sangat halus, sehingga permukaan internalnya sangat luas, bahkan bisa ratusan kali lebih besar daripada ukuran aslinya. Bahan bakunya pun beragam, mulai dari tempurung kelapa, sekam padi, hingga serat kayu. Proses aktivasinya dapat dilakukan melalui uap panas atau bahan kimia tertentu, sehingga menghasilkan “spons molekuler” berdaya serap tinggi (Kumar et al., 2022; Dungani et al., 2022).


Mengapa arang aktif begitu penting dalam kultur jaringan? Jawabannya ada pada sifatnya yang mampu bekerja secara efektif. Pertama, ia mampu menyerap senyawa fenolik beracun yang sering dilepaskan oleh jaringan tanaman. Senyawa itu jika teroksidasi akan membuat media cepat mencoklat, sehingga dapat mematikan eksplan. Dengan arang aktif, racun tersebut diserap sebelum terakumulasi dalam media (Fridborg et al., 1978). Kedua, arang aktif mampu menetralkan gas etilen yang dapat menghambat pertumbuhan. Ketiga, kehadirannya menciptakan suasana gelap pada media sehingga memicu pertumbuhan akar pada beberapa jenis spesies tanaman tertentu (Thomas, 2008).


Namun, sebagaimana penggunaan obat, arang aktif juga memiliki “efek samping”. Daya serapnya yang tinggi tidak mengenal pilih kasih. Hormon tumbuh (auksin dan sitokinin), vitamin, bahkan gula dalam media bisa ikut terserap. Akibatnya, pertumbuhan kadang tidak sesuai harapan. Beberapa penelitian bahkan menyebut arang aktif dapat mempercepat hidrolisis sukrosa saat proses sterilisasi media, walau hal ini masih menjadi perdebatan di kalangan para peneliti (Wann et al., 1997).


Meski demikian, manfaat arang aktif jauh lebih besar daripada “efek sampingnya”. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penambahan arang aktif dalam medium kultur tidak hanya menekan toksisitas, tetapi juga memengaruhi ekspresi gen tumbuhan, termasuk jalur biosintesis hormon dan metabolisme fenilpropanoid. Hasilnya, pertumbuhan dan diferensiasi jaringan bisa lebih optimal (Dong et al., 2020). Tidak heran jika hingga kini arang aktif masih menjadi “supplement media” di banyak laboratorium kultur jaringan, meski dosis dan kondisi penggunaannya perlu dioptimalkan.


Kehadiran arang aktif dapat memberi dampak yang nyata, sesuatu yang tampak sederhana bisa membawa dampak besar. Dari limbah tempurung kelapa atau sekam padi, lahirlah bahan yang dapat menyokong teknologi kultur jaringan tanaman. Dunia penelitian sering kali bergerak dengan cara demikian, yang sepele di mata awam, terkadang justru krusial di ruang eksperimen.


Dalam jangka panjang, arang aktif bukan sekadar bahan tambahan media. Ia simbol dari pentingnya riset secara keberlanjutan, bagaimana limbah pertanian bisa “disulap” menjadi bahan bernilai tinggi, dapat membantu proses perbanyakan bibit unggul, menjaga keanekaragaman hayati, bahkan menopang ketahanan pangan melalui riset percobaan in vitro. Hitam memang warna arang, tetapi dari kehitaman itu tumbuh harapan baru bagi dunia mikropropagasi modern.


Referensi:

  • Dong, F.-s., Lv, M.-y., Wang, J.-p., Shi, X.-p., Liang, X.-x., Liu, Y.-w., Yang, F., Zhao, H., Chai, J.-F., Zhou, S., et al. (2020). Transcriptome analysis of activated charcoal-induced growth promotion of wheat seedlings in tissue culture. BMC Genomic Data, 21, 69. https://doi.org/10.1186/s12863-020-00877-9
  • Dungani, R., Munawar, S. S., Karliati, T., Malik, J., Aditiawati, P., & Sulistyono. (2022). Study of characterization of activated carbon from coconut shells on various particle scales as filler agent in composite materials. Journal of the Korean Wood Science and Technology, 50(4), 256–271. https://doi.org/10.5658/WOOD.2022.50.4.256
  • Fridborg, G., Pedersen, M., Landström, L.-E., & Eriksson, T. (1978). The effect of activated charcoal on tissue cultures: Adsorption of metabolites inhibiting morphogenesis. Physiologia Plantarum, 43(2), 104–106. https://doi.org/10.1111/j.1399-3054.1978.tb01575.x
  • Kumar, D. P., Ramesh, D., Subramanian, P., Karthikeyan, S., & Surendrakumar, A. (2022). Steam activation of coconut husk for porous carbon production: Effect of temperature and time on pore characteristics. Chemical Science Review and Letters, 11(42), 159–164. https://doi.org/10.37273/chesci.cs205304464
  • Thomas, T. D. (2008). The role of activated charcoal in plant tissue culture. Biotechnology Advances, 26(6), 618–631. https://doi.org/10.1016/j.biotechadv.2008.08.003
  • Wann, S. R., Veazey, R. L., & Kaphammer, J. (1997). Activated charcoal does not catalyze sucrose hydrolysis in tissue culture media during autoclaving. Plant Cell, Tissue and Organ Culture, 50, 221–224. https://doi.org/10.1023/A:1005947008637

Post a Comment

0 Comments

Post a Comment (0)

#buttons=(Ok, Setuju!) #days=(20)

Blog www.rudiyanto.net menggunakan cookies pada browser anda Cek Sekarang
Ok, Go it!